KPU dan Pemkot Cekcok soal Data Pemilih Pilkada Makassar
- VIVA.co.id/ Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar dan Pemerintah Kota cekcok soal data pemilih pilkada kota itu pada 2018. Masalahnya dipicu ihwal banyak warga Makassar belum memiliki KTP elektronik atau e-KTP.
Warga tak memiliki e-KTP yang mencapai 800 ribu orang itu terancam tak dapat memilih pada Pilkada Kota Makassar karena tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Komisioner KPU Makassar Rahma Saiyed mengaku kecewa dengan sikap Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) setempat yang enggan menyerahkan data penduduk. Padahal, data itu dibutuhkan KPU untuk disiapkan sebagai DPT.
Rahma mengungkapkan, sekira 800.000 warga Kota Makassar terancam tidak terdata dalam daftar pemilih Pilkada Kota Makassar. Hal itu karena masih banyak warga yang belum memiliki e-KTP serta keterbatasan data kependudukan yang dimiliki KPU.
Menurutnya, dari sekitar 1,2 juta warga Makassar yang wajib memiliki tanda pengenal, hanya 400 jiwa yang sempat terdata Disdukcapil berdasarkan data KPU Makassar.
“Sementara sekitar delapan ratus lebih wajib pilih terancam tidak memiliki hak pilih. Hal itu dikarenakan tidak adanya data yang diberikan Dukcapil dan terkesan tidak mau memberikan data,“ kata Rahma di Makassar pada Rabu, 15 Maret 2017.
Rahma juga menyayangkan sikap Disdukcapil yang tertutup dan tidak kooperatif dalam memberikan informasi pemutakhiran data terakhir warga Makassar yang telah memiliki e-KTP. Padahal, KPU sudah menurunkan tim untuk pemutakhiran data wajib pilih di Kota Makassar.
“Kalau data tidak kita miliki, misalnya saja ke depan, pendataan pemilih tetap akan dikerjakan secara terburu-buru. Kemungkinan hasilnya tidak seperti yang diharapkan,” ujarnya.
Kepala Disdukcapil Kota Makassar Nielma Palamba menjelaskan bahwa alasan lembaganya tak menyerahkan data kependudukan karena KPU belum memiliki surat perintah resmi dari Kementerian Dalam Negeri. Menurutnya, hal itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 61 Tahun 2015.
“Persyaratannya jelas, ruang lingkup dan rata cara hak akses nomor induk kependudukan dan kartu tanda penduduk elektronik itu harus melalui pusat terlebih dahulu,” kata Nielma saat dikonfirmasi.
Seharusnya, kata Nielma, lembaga seperti KPU bisa mendapatkan data yang ada di pusat sesuai prosedur. Menurutnya, KPU pusat yang sudah meneken kerja sama dengan Direktorat Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Catatan Sipil bisa memudahkan KPU Makassar untuk memperoleh data.
Kepala Disdukcapil Sulawesi Selatan Lutfie Natsir membela bawahannya. "Memberikan data atau dokumen kependudukan by name by address (nama warga berdasarkan alamat) itu tidak boleh sembarangan, meski KPU Makassar yang minta. Sudah ada ketentuan perundang-undangannya," ujar Lutfie.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Undang-Undang 24 Tahun 2011, dokumen kependudukan setiap warga negara bersifat rahasia. Dokumen itu harus dijaga oleh pelaksana administrasi kependudukan, yaitu Disdukcapil.
"Namun, untuk pemanfaatan dokumen kependudukan telah di atur lebih spesifik di Kepmendagri 61 Tahun 2015. Untuk pemanfaatan dokumen kependudukan dalam pilkada, KPU pusat telah bekerja sama dengan Kemendagri, via MoU (nota kesepahaman), penyerahan data DP4 dilakukan secara berjenjang, KPU Pusat ke KPU provinsi lalu ke KPUD kabupaten/kota," katanya.