Dirjen Pajak Mengaku Bertemu dengan Adik Ipar Jokowi
- Chandra GA/VIVA.co.id
VIVA.co.id – Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi, mengaku pernah bertemu dengan adik ipar Presiden Joko Widodo, Arif Budi Sulistyo. Pertemuan itu berkaitan dengan tax amnesty.
Demikian ungkap Ken saat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus suap di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl. Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin 13 Maret 2017. Sidang itu mendakwa Country Director PT EKP, Ramapanicker Rajamohanan Nair.
"Saya kenal saat dia (Arif) ke ruangan saya. Dia bersama Rudi, saya bersama beberapa direktur," kata Ken.
Menurut Ken, pertemuan yang dilakukan pada September 2016 tersebut atas permintaan Arif kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhammad Haniv. Selanjutnya, Haniv yang menghubugi penyidik di Ditjen Pajak, Handang Soekarno untuk mengatur pertemuan.
Meski demikian, Ken berdalih, dalam pertemuan itu Arif tidak sedikit pun membicarakan persoalan pajak PT Eka Prima Ekspor Indonesia. Menurut Ken, Arif cuma tanya seputar mekanisme pengajuan pengampunan pajak atau tax amnesty.
"Dia (Arif) punya banyak perusahaan di Jateng, dia tanya bisa tidak mengajukan di Jakarta. Jadi hanya bertanya soal tax amnesty," kata Ken.
Dalam surat dakwaan, Arif diminta bantuan oleh Country Director PT EKP Ramapanicker Rajamohanan Nair untuk menyelesaikan persoalan pajak yang dihadapi PT EKP di tingkat Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Enam.
Arif diduga kenal dan berhubungan baik dengan Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv. Dalam persoalan pajak PT EKP, dia juga disebut pernah mengadakan pertemuan dengan Dirjen Pajak.
Tak lama setelah pertemuan Arif dan Dirjen Pajak, Kepala KPP PMA Enam Johnny Sirait membatalkan surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT EKP. Selain itu, Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus M Haniv atas nama Dirjen Pajak mengeluarkan keputusan pembatalan tagihan pajak terhadap PT EKP.
Dengan begitu, tunggakan pajak PT EKP sebesar Rp52,3 miliar untuk masa pajak Desember 2014, dan Rp26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015, menjadi nihil. (ren)