Potensi Ancaman Saksi Kasus E-KTP Tinggi, LPSK Pasang Badan
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA.co.id – Persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik mulai bergulir. Sejumlah nama-nama besar seperti politisi, pejabat dan mantan pejabat negeri ini yang tersangkut mulai terungkap.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai menilai, potensi terjadinya intimidasi bahkan ancaman terhadap mereka yang mengetahui kasus senilai Rp5,9 triliun atau bahkan menjadi saksi dalam persidangan cukup tinggi.
Untuk itu, pihaknya mempersilakan saksi atau pihak-pihak lain yang mengetahui kasus ini, namun takut mengungkapkannya ke penegak hukum akibat intimidasi atau ancaman, dapat mengajukan permohonan perlindungan kepada institusinya.
"Kita menilai potensi intimidasi dan ancaman dalam kasus KTP elektronik cukup tinggi. LPSK membuka diri seandainya ada pihak yang membutuhkan perlindungan," ujar Semendawai dalam keterangannya, Kamis 9 Maret 2017.
Menurut Semendawai, kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara senilai Rp 2,3 triliun tersebut merupakan salah satu dari tujuh kasus prioritas yang ditangani LPSK sesuai amanat Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Kehadiran kami untuk membantu pengungkapan dan pemberantasan kasus-kasus korupsi di Indonesia. Caranya yaitu dengan memastikan terpenuhinya hak-hak saksi, pelapor (whistleblower), saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) bahkan ahli," ungkap dia.
Terdakwa mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman disebutkan Jaksa Penuntut Umum KPK mendapat keuntungan dari proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013 sebesar US$877.700 dan SGD6 ribu. Pada saat itu, Irman dalam kapasitas sebagai kuasa pengguna anggaran.
Sementara, Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto, sekaligus pejabat pembuat komitmen proyek, dipaparkan Jaksa KPK, telah memperkaya diri sendiri senilai US$3.473.830.
Hal itu terkuak saat JPU KPK, Irene Putri membacakan surat dakwaan Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl. Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis 9 Maret 2017. "Perbuatan para terdakwa juga memperkaya orang lain dan korporasi," kata Jaksa Irene.
Sebelumnya, dua terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), Irman dan Sugiharto, masing-masing terancam pidana penjara selama 20 tahun penjara. Kedua mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri itu didakwa telah memperkaya diri terdakwa sendiri, orang lain, dan korporasi.
Terdakwa mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman disebutkan Jaksa Penuntut Umum KPK mendapat keuntungan dari proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013 sebesar US$877.700 dan SGD6 ribu. Pada saat itu, Irman dalam kapasitas sebagai kuasa pengguna anggaran.
Sementara, Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto, sekaligus pejabat pembuat komitmen proyek, dipaparkan Jaksa KPK, telah memperkaya diri sendiri senilai US$3.473.830.
Berikut daftar penerima uang suap e-KTP di tautan ini.