Aksi Mogok Para Sopir Angkot Menjalar ke Bandung
- VIVA.co.id/Dede Idrus
VIVA.co.id - Ribuan sopir angkutan kota (angkot) dan taksi mogok beroperasi dan memilih berunjuk rasa di Kota Bandung, Jawa Barat, pada Kamis 9 Maret 2017. Unjuk rasa dipusatkan di halaman kantor Gubernur Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Bandung.
Para pengemudi angkutan pelat kuning itu menuntut pemerintah melarang transportasi berbasis aplikasi online, seperti Gojek, Grab, dan Uber, beroperasi di wilayah Jawa Barat.
Nanang Suryana, seorang peserta demonstrasi itu, mengatakan bahwa keberadaan angkutan berbasis aplikasi online itu telah mengurangi pendapatan para sopir angkot. Mereka juga kerap berkonflik karena berebut penumpang.
"Saya minta hapus angkutan online, karena merugikan kita (para sopir angkot dan taksi)," kata Nanang kepada VIVA.co.id dalam unjuk rasa itu.
Nanang berpendapat, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 tahun 2016 tentang Penyelenggaraaan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek adalah peraturan diskriminatif. Soalnya angkutan itu bukan angkutan pelat kuning tetapi diizinkan beroperasi.
"Menolak Permenhub Nomor 32 tahun 2016. Pemerintah telah bertindak diskriminatif kepada angkutan berpelat kuning," ujarnya.
Angkutan umum berpelat kuning, kata Nanang, wajib membayar macam-macam pajak dan mematuhi aneka peraturan. Namun tidak begitu bagi angkutan berbasis aplikasi online karena mereka terkategori pelat hitam alias kendaraan pribadi meski kenyataannya digunakan untuk angkutan umum.
Para sopir angkot dan taksi mengancam terus berunjuk rasa dan mogok sampai tuntutan mereka dipenuhi. Demonstrasi itu ialah kali kedua dan terus digelar jika tuntutan tetap diabaikan.
Kota Lain
Aksi mogok para sopir angkot sebelumnya terjadi di Kota Malang, Jawa Timur; dan Kota Tangerang, Banten. Mogok di Kota Malang sejak Senin, 6 Maret 2017. Aksi serupa di Kota Tangerang pada Rabu, 8 Maret 2017.
Tuntutan para pengemudi angkutan publik itu sama, yakni mendesak pemerintah melarang transportasi berbasis aplikasi online. Alasan mereka pun seragam: karena transportasi berbasis aplikasi telah merebut sebagian pendapatan mereka, sementara moda itu bukan angkutan publik.
Mogok para sopir angkot di Kota Malang yang telah berhari-hari itu melumpuhkan sistem transportasi publik dalam kota. Aktivitas warga, terutama para pekerja dan pelajar, terganggu karena mereka tak dapat mengakses transportasi untuk ke tempat kerja atau ke sekolah.
Unjuk rasa serupa di Kota Tangerang juga melumpuhkan sebagian besar transportasi di sana. Soalnya mereka mogok beroperasi dan ramai-ramai mendatangi kantor Wali Kota dan DPRD. Angkot dari Kabupaten Tangerang pun dilarang masuk Kota Tangerang. (ren)