Jika Terus Tak Beroperasi, Angkot di Malang akan Diganti Bus
- VIVA.co.id/Lucky Aditya
VIVA.co.id – Konflik Sopir Angkutan Kota dengan Pemerintah Kota Malang terus berlanjut. Sudah dua kali ribuan sopir angkot menggelar demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi pertama digelar 20 Februari 2017 lalu. Saat itu mereka melakukan audiensi dengan Pemkot Malang.
Hasilnya, Pemkot Malang berjanji mengkaji ulang keberadaan transportasi berbasis aplikasi di Malang.
Namun, merasa tidak puas karena transportasi berbasis aplikasi masih beroperasi, mereka kembali menggelar aksi demonstrasi dan mogok masal sejak, Senin lalu, 6 Maret 2017.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang akhirnya melakukan hearing dengan perwakilan sopir angkot. Mereka berjanji akan meminta pertimbangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mengatasi permasalahan ini.
"Kita sudah ada poin-poinnya dicarikan jalan tengah. Sedangkan jika pemerintah diminta menutup tidak bisa karena bukan wewenangnya, karena wewenang ada di Pemprov Jatim," kata Wakil ketua Komisi B DPRD Kota Malang, M Syahrowi, Rabu, 8 Maret 2017.
Dampak dari mogok besar-besaran selama tiga hari ini dirasa sangat menyusahkan masyarakat. DPRD mengingatkan jika tidak ada kompromi dan mencari solusi bersama antara sopir angkot dan pemerintah, pihaknya akan meminta Pemkot Malang menerjunkan bus kota sebagai transportasi baru.
"Jika tidak mau mencari solusi bersama, kita akan menerjunkan bus kota agar pemerintah tidak disandera karena kita juga memikirkan masyarakat. Ini sangat merugikan masyarakat pada umumnya yang menggunakan angkot dan transportasi aplikasi," ujar Syahrowi.
"Karena yang berbasis aplikasi mau beroperasi takut karena ada intimidasi di jalan. Kalau keduanya tidak beroperasi kan susah, apalagi banyak pelajar yang setiap hari terlantar. Belum lagi masyarakat yang tidak punya kendaraan," katanya menambahkan.
Wakil Gubernur Jawa Timur, Syaifullah Yusuf mengatakan, ketentuan transportasi aplikasi perlu dipertajam. Sebab, kemunculannya selalu menjadi pro-kontra.
"Di satu pihak itu adalah buah kemajuan, dari sisi bisnis lebih efisien, lebih murah itu kan harus diakui. Tetapi ini juga menggoyahkan angkutan konvensional dan ini harus dicarikan jalan keluar, karena sampai saat ini ketentuannya belum ada," ucap pria yang akrab disapa Gus Ipul itu.
Gus Ipul berharap Pemkot Malang dan sopir Angkot melakukan musyawarah bersama mencari jalan keluar. Ia berpandangan keberadaan angkutan berbasis aplikasi tidak bisa dihindari. Namun, ia berharap angkutan konvensional harus berbenah agar menarik masyarakat.
"Tidak hanya di Indonesia, tapi ini tantangan dunia. Pemkot Malang dan para pemilik angkutan umum untuk bermusyawarah supaya ada jalan keluar terbaik, supaya yang lama bisa bertahan dan yang baru bisa diterima," kata Gus Ipul menegaskan.