Gadis Turki ini Senang Lulus Kuliah di Semarang

Esma Akin, gadis asal Turki lulus tercepat di Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah, pada Selasa, 7 Maret 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto

VIVA.co.id - Esma Akin, mahasiswi asal Turki, menorehkan prestasi membanggakan saat diwisuda di Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah, pada Selasa, 7 Maret 2017. Selain berpredikat lulusan tercepat, gadis berusia 24 tahun itu berhasil menyusun kamus berbahasa Arab-Turki.

Untuk Pertama Kalinya, Anggun Bernyanyi dalam Bahasa Arab hingga Tuai Decak Kagum

Esma lahir di Mus Ayden, kota di wilayah timur Turki. Dia berhasil menyelesaikan studi Pendidikan Bahasa Arab di Universitas Negeri Semarang.

Esma menuntaskan studi strata satu itu dengan hanya tujuh semester dalam kurun waktu 3,5 tahun. Indeks Prestasi Kumulatif-nya 3,21.

Kisah Muiz Bocah 12 Tahun yang Rawat 7 Adiknya, Rela Jualan Demi Penuhi Kebutuhan Sehari-hari

Sejak remaja ia sudah mantap ingin menjadi guru Bahasa Arab. Namun, dia memilih berkuliah di Indonesia.

"Saya seorang Muslim. Saya ingin jadi guru dan mempelajari Alquran dengan baik. Ingin mempelajari isinya, ingin mengamalkannya. Karena itulah saya harus belajar bahasa Arab di Indonesia,” kata Esma ketika ditemui usai diwisuda.

Belajar dari Manusia Rp2.000 Triliun Jensen Huang: Filosofi Hidup Tukang Kebun yang Bikin ‘Kaya Raya’

Keinginan gadis berparas manis itu untuk kuliah di Indonesia kali pertama muncul saat dia belajar di Madrasah Aliyah (MA) di Ayden, Turki. Ia dan keluarganya sepakat agar kuliah di negara yang religius. Pilihannya jatuh kepada Indonesia, negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. 

"Saya tak pilih Eropa dan negara-negara Arab karena banyak konflik politik," ujarnya.

Di Universitas Negeri Semarang, Esma berkeinginan mengembangkan kamus bahasa Arab-Turki. Ide penulisan kamus itu berasal dari Esma karena datang ke Indonesia tanpa kamus. Ia bahkan diampu oleh dosen lulusan Mesir yang membimbing karyanya.

"Saya tulis kamus ini selama lima bulan. Kamus yang saya susun berbeda, karena saya beri contoh kalimat agar orang bisa lebih paham cara memakai kosa kata itu,” katanya.

Esma akan membawa pulang kamus yang disusunnya. Setelah bekerja sebagai guru kelak, ia akan menggunakannya sebagai bahan ajar. "Akan saya kembangkan jadi dua kali lipat. Kalau yang sekarang dari dua puluh lima bidang. Saya ingin kembangkan jadi lima puluh bidang,” kata anak kedua dari empat bersaudara itu.

Beda Turki dengan Indonesia

Prestasi yang diraih Esma pun diakui tak lepas dari doa keluarganya di Turki. Apalagi ia berasal dari keluarga muslim dengan ekonomi keluaga pas-pasan. Ayahnya, Aydin Anadolu, bekerja sebagai mandor distributor bahan bangunan.

"Ayah terus berpesan agar mempelajari Islam dengan serius. Nasihat itu yang membuat saya belajar giat di Indonesia," ujarnya.

Baginya, kuliah di Indonesia sangat menyenangkan. Khususnya di Semarang, Esma menemukan lingkungan religius seperti yang dicarinya. Ia juga merasa dimudahkan karena banyak makanan lezat yang halal.

“Selama kuliah saya tinggal di asrama. Semua teman saya salat berjemaah. Setelah itu mereka juga mengaji. Saya meniru itu. Kalau setelah salat, saya ngaji, menghafal Alquran sedikit demi sedikit. Ini membuat saya semakin taat kepada Islam. Di tempat saya, hal-hal seperti itu belum tentu ada,” katanya.

Sebagai salah satu sarjana terbaik, Esma diberi kesempatan menyampaikan pidato kelulusan. Meski awalnya grogi, ia menerima kesempatan itu sebagai kehormatan.

"Senang tapi juga sedih. Banyak teman hadir, tapi sedih karena orang tua saya tak bisa datang," lanjut dia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya