KPK: Praktik Kongkalikong Yamaha-Honda Rugikan Masyarakat
- iconshut
VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan bahwa praktik culas yang dilakukan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT Astra Honda Motor dalam tentukan harga sepeda motor jenis skuter matik 110-125cc di Tanah Air, sangat merugikan masyarakat.
"Praktik kongkalikong itu merugikan masyarakat, untuk hal itu KPK konsen masalah privat sektor. KPK juga sudah koordinasi dengan KPPU," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di kantor KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis 2 Maret 2017.
Menurut Febri, lembaganya sangat konsen dengan hal-hal yang menyentuh langsung masyarakat luas. Untuk hal itu, KPK menggandeng sejumlah pihak untuk membenahi tata kelola di perusahaan swasta.
"Perusahaan yang mendapat izin dari pemerintah, yang bersinggungan dengan institusi negara itu yang kami prioritaskan. Kami berharap di lingkungan perusahaan dibentuk lingkungan pencegahan, sesuai di Perma," kata Febri.
Sedangkan mengenai penindakan, KPK masih melakukan penelusuran. Jika ditemukan indikasi korupsi, baik sejak tahap perizinan penjualan, maupun tahap lainnya, maka KPK bakal menindaknya.
"Sepanjang ada indikasi tindak pidana korupsi, tentu kami akan tindak lanjuti," kata Febri. Dia juga menegaskan KPK akan memantau perkara ini sampai inkrah di pengadilan.
Sebelumnya Majelis Komisi KPPU memutus kasus dugaan praktik kartel yang membelit dua pabrikan motor terbesar di Tanah Air, yakni Yamaha dan Honda. Putusan dibacakan setelah delapan bulan sidang digelar.
Secara bulat, Majelis Komisi KPPU memvonis PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT Astra Honda Motor bersalah. Karena terbukti melakukan praktik culas, dan kongkalikong dalam menetapkan harga sepeda motor jenis skuter matik 110cc-125cc di Tanah Air.
Majelis Komisi KPPU menyebut Yamaha-Honda sengaja membuat mahal harga skutik dari banderol sewajarnya, di mana praktik tersebut tentu merugikan masyarakat selaku konsumen yang tak bisa mendapat harga kompetitif. Terlebih kedua merek tersebut saat ini memimpin pasar skutik di Indonesia dengan menguasai 97 persen pangsa pasar domestik.
Majelis Komisi KPPU membeberkan, Yamaha-Honda terindikasi saling rangkul, sekongkol mengatur harga demi mendapatkan keuntungan besar. Dalam istilah bisnis, perilaku ini disebut kartel. Di mana, hal ini dilakukan untuk mencegah kompetisi, monopoli, dan saling mendapatkan keuntungan.
Yamaha-Honda dianggap telah mengangkangi Pasal 5 ayat 1 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pasal itu menyebut, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen pada pasar bersangkutan yang sama.
"Terlapor satu (Yamaha) dan dua (Honda) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 ayat 1 UU Nomor 5 Tahun 1999," kata Ketua Majelis Komisi KPPU, Tresna Priyana Soemardi, saat membacakan putusan, di Kantor KPPU, Jakarta Pusat, Senin 20 Februari 2017.
Keputusan tersebut diambil berdasarkan fakta-fakta sidang yang menghadirkan sejumlah saksi ahli dan berbagai analisis. Sebagai hukuman, Yamaha-Honda kemudian diganjar hukuman membayar denda kepada negara dengan besaran berbeda. Yamaha didenda Rp25 miliar, sementara Honda Rp22,5 miliar.
"Denda-denda itu nantinya disetor ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha satuan kerja KPPU, melalui bank pemerintah," kata Tresna.
Dasar yang dipakai oleh Majelis Komisi KPPU memutus bersalah Yamaha-Honda terkait dengan adanya bukti soal perjanjian kerja sama, pertemuan antarpejabat tinggi di lapangan golf dan adanya bukti surat elektronik pada 28 April 2015, dan 10 Januari 2015.
Kata Anggota Majelis Komisi KPPU, Munrokhim Misanam, pada 10 Januari 2015, ada surat elektronik yang dikirim Yutaka Terada yang saat itu menjabat sebagai Direktur Marketing YIMM ke Dyonisius Beti selaku Vice President Direktur YIMM. Majelis menganggap surat elektronik itu merupakan komunikasi resmi yang dilakukan antarpejabat tinggi YIMM.
"Mengingat pengirim dan penerima e-mail serta media yang digunakan yaitu e-mail resmi perusahaan, maka majelis komisi tidak serta-merta mengabaikan fakta itu sebagai alat bukti," ujarnya.
Atas putusan itu, baik pihak Honda maupun Yamaha akan mengajukan banding. Sesuai aturan berlaku, pihak yang keberatan atas putusan KPPU hanya ditangani Pengadilan Negeri. (one)
Catatan: Honda keberatan atas berita ini dan memberikan hak jawab dengan judul Honda Bicara Soal Kongkalikong dengan Yamaha