Warga Lokalisasi Terbesar di Semarang Belum Siap Ditutup

Ilustrasi/Lokalisasi
Sumber :
  • Vivanews/Tudji

VIVA.co.id - Warga penghuni di lokalisasi Sunan Kuning, Semarang, resah gara-gara rencana penutupan tempat prostitusi itu oleh Pemerintah Kota Semarang dan Kementerian Sosial pada 2019.

1.000 Napi HIV Diusulkan Dapat Amnesti dari Presiden Prabowo

Keresahan itu muncul dari para pemilik wisma dan ratusan pekerja seks komersial yang bekerja di kompleks yang akrab disebut Resosialisasi Argorejo itu.

Menurut Ketua Resosialisasi Argorejo, Suwandi Eko Putranto, ada berbagai alasan mengapa para penghuni kompleks Sunan Kuning mengeluh atas rencana penutupan pada tiga tahun mendatang. Salah satu alasan datang dari pemilik wisma yang merasa tenggat penutupan terlalu mepet. 

Kenali Penyakit Sifilis, IDI Botawa Berikan Informasi Pengobatan yang Tepat

"Pemilik wisma belum siap, karena mereka kebanyakan punya tanggungan bank, mulai ada yang utang mobil dan rumah, sehingga mereka belum balik modal," kata Suwandi pada Jumat, 24 Februari 2017.

Mereka meminta pemerintah memperpanjang waktu penutupan paling cepat tahun 2022. Suwandi mengaku keluhan itu telah disampaikan ke dinas terkait, yakni Dinas Sosial Kota Semarang. "Saya rasa dengan tunggakan utang yang banyak, lebih baik rencana itu dikaji ulang. Kami keberatan kalau ditutup 2019. Mendingan pada 2022," ujarnya meminta.

Angka Kasus HIV/AIDS di Indonesia Tinggi, Kapan Seseorang Perlu Tes HIV?

Ia menjelaskan, ada 488 pekerja seks yang bermukim di 160 wisma di Sunan Kuning. Hampir 90 persen di antara mereka belum siap jika dalam waktu dekat lokalisasi ditutup. Pasalnya, kebijakan pengurus Resosialisasi terkait wajib menabung bagi para pekerja seks kini hanya dikuti 10 persen. Selebihnya masih dililit banyak utang di bank.

Suwandi pun mengeluhkan rencana pemberian uang insentif dari Kementerian Sosial senilai Rp5 juta per pekerja seks saat lokalisasi itu ditutup. Uang saku itu belum dapat menjamin bahwa sepulangnya mereka benar-benar berubah.

"Kalau ditutup dalam waktu dekat, saya yakin mereka akan kembali ke jalanan sebagai PSK (pekerja seks komersial). Kalau seperti itu malah jadi enggak terkontrol oleh pemerintah. Angka HIV/AIDS maupun IMS (infeksi menular seksual) bakal semakin tinggi," ujarnya.

Selama mengelola Sunan Kuning sejak tahun 1992, ia menyebut menyebut angka penularan infeksi penularan seksual (IMS) menurun drastis. Bahkan, pada 2016 penularan IMS turun 12,5 persen dibanding lima tahun sebelumnya. Para PSK juga diwajibkan mengikuti pelatihan keterampilan serta wajib menabung untuk program pengentasan. (mus)

Ilustrasi HIV/AIDS.

Kelompok Usia 20-24 Tahun, Tempati Jumlah Pengidap HIV/AIDS Terbanyak Kedua di Indonesia

Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2022 mencatat, kelompok usia 20-24 tahun menempati jumlah pengidap HIV/AIDS kedua terbanyak di Indonesia hingga mencapai 16,1 persen

img_title
VIVA.co.id
20 Desember 2024