Pengakuan Saksi Soal Pelepasan Aset di Kasus Dahlan Iskan
- VIVA.co.id/Nur Faishal
VIVA.co.id – Penjualan aset lahan dan bangunan milik PT Panca Wira Usaha, BUMD Pemprov Jatim, di Tulungagung pada 2003 lalu diawali, karena lesunya usaha keramik yang dijalankan. Waktu itu, lahan dan bangunan tersebut dipakai sebagai pabrik keramik.
Hal itu terungkap dari keterangan saksi dari PT PWU, yakni RM Amirullah Soerjolelono (komisaris utama) dan Abdul Ghafar (komisaris).
"Dari laporan keuangan, pabrik merugi terus," kata saksi Abdul Ghafar dalam sidang dengan terdakwa mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Selasa 21 Februari 2017.
Ghafar menjelaskan, pabrik keramik tersebut lesu produksi. karena peralatannya kalah bersaing dengan pabrik lain dengan usaha sama. Mesin pabrik keramik milik PWU sudah kuno, sedangkan di pabrik lain menggunakan peralatan modern. Akibatnya, produksi dan penjualan lesu.
Saksi Amirullah menambahkan, pendapatan kian lesu, karena termakan biaya operasional. Mesin pabrik yang digunakan, menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Sementara itu, harga BBM terus naik. Selain itu, keberadaan pabrik juga keluar dari perencanaan Pemerintah Kabupaten Tulungagung.
Kondisi limbung perusahaan, kata Amirullah, dikhawatirkan membebani perusahaan dan karyawan. Karena itu, penutupan pabrik dan penjualan aset kemudian diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Usaha Luar Biasa (RUPS LB) pada 2003.
Keterangan Amirullah terkesan menguntungkan Dahlan Iskan. Kata dia, penjualan aset di Tulungagung dilakukan, setelah ada persetujuan dari Gubernur Jatim dan Ketua DPRD Jawa Timur kala itu. "Selaku direktur utama, kinerja Pak Dahlan waktu itu juga baik," katanya.
Perdebatan antara jaksa dan pengacara Dahlan sempat terjadi, ketika saksi Ahmad Jaelani, Sekretaris DPRD Jatim, dihadirkan dalam persidangan. Jaelani diminta menerangkan soal surat persetujuan DPRD Jatim pada restrukturisasi aset PWU pada 2002.
Jaelani menerangkan, persetujuan DPRD Jatim tidak sah, karena dikeluarkan oleh Ketua Dewan tanpa melalui mekanisme rapat semestinya. "Surat persetujuan seharusnya dikeluarkan, setelah melalui sidang paripurna," katanya.
Pengacara Dahlan, Agus Dwi Warsono mempertanyakan keterangan Jaelani. Sebab, saksi menjabat Sekretaris DPRD Jatim pada 2014, sedangkan fakta yang diminta agar dijelaskan terjadi pada 2002. "Apa dasar Anda mengatakan seperti itu?" tanya dia kepada saksi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, Trimo, tidak mempersoalkan banyak saksi yang tidak tahu secara rinci proses pelepasan aset PWU. "Kami hanya mengejar fakta bahwa pelepasan aset memang ada," katanya. (asp)