Hak Politik Irman Gusman Dicabut
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA.co.id – Majelis hakim tidak hanya menjatuhkan vonis penjara 4,5 tahun kepada Irman Gusman. Majelis yang dipimpin Hakim Nawawi Pamulango ini juga mencabut hak politik mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu.
"Menetapkan tidak dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun usai menjalani pidana pokok," kata Nawawi membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 20 Februari 2017.
Putusan itu sesuai dengan tuntutan Jaksa KPK yang minta pencabutan hak politik terhadap Irman.
Menurut Nawawi, terkait pidana tambahan itu telah diatur dalam Pasal 18 ayat 1 huruf d Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001, mengenai pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak terdakwa.
Nawawi menjelaskan, tujuan pencabutan hak politik untuk melindungi publik dari kemungkinan terpilihnya oknum berperilaku koruptif dalam jabatan publik seperti anggota DPR, DPD, dan MPR.
"Anggota DPR, DPD, dan MPR RI merupakan perwakilan masyarakat yang memperjuangkan aspirasi publik, karena itu selayaknya tidak berperilaku koruptif," kata Nawawi.
Adapun pidana pokoknya, Irman Gusman divonis empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan. Irman terbukti menerima Rp100 juta dari Bos CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan Memi, sebagaimana dakwaan Jaksa pada alternatif pertama.
Suap itu diberikan karena Irman membantu pengurusan kuota gula impor milik Bulog untuk perusahaan Sutanto, yang kemudian didistribusiin lagi ke daerah Sumbar.
Dipaparkan hakim Nawawi bahwa majelis mengangap Irman Gusman terbukti melanggar Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.
Dalam pertimbangannya, majelis menyebut perbuatan Irman telah mencederai amanat sebagai Ketua DPD RI,
tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi, dan tidak berterus terang dalam persidangan.
Untuk diketahui, putusan itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK, yakni penjara selama 7 tahun, denda sebesar Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan.
Dalam persidangan, Irman juga terbukti bersedia bantu Memi dengan meminta keuntungan sebesar Rp300 dari setiap kilogram gula yang diberikan Perum Bulog. Namun dari 3.000 ton gula impor, baru 1.000 ton yang dikucurkan Bulog ke CV Semesta Berjaya.
Atas putusan hakim, Irman dan kuasa hukumnya serta Jaksa KPK, mengaku pikir-pikir untuk melakukan upaya banding.
Xaveriandy Sutanto sebelumnya divonis 3 tahun penjara dan denda Rp50 juta oleh hakim pada pengadilan Tipikor Jakarta. Sementara itu, Memi divonis 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp50 juta. Keduanya menerima putusan, dan kini sudah dieksekusi di Lapas Klas IIA Padang, Sumbar. (ase)