Alasan KPK Belum 'Kejar' Adik Ipar Jokowi
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum membahas lebih dalam untuk menindaklanjuti temuan penyidiknya mengenai keterlibatan adik ipar Presiden Joko Widodo, Arif Budi Sulistyo, terkait perkara suap penghapusan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia.
Menurut Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, pihaknya masih memantau persidangan terdakwa Ramapanicker Rajamohanan Nair, bos PT EK Prima Ekspor Indonesia, yang perkaranya saat ini tengah ditangani Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Jadi belum bahas (lebih jauh soal) itu, kalau sudah bahas nanti kami simpulkan. Kalaupun sudah ada komentar dari Istana, itu bagus," kata Saut di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu 19 Februari 2017.
Disinggung alasan pihaknya tidak merilis pemeriksaan Arif saat penyidikan, Saut mengungkapkan alasannya. Namun, dia membantah jika pemeriksaan itu sengaja ditutupi oleh pimpinan KPK. Â
"Penyidik punya strategi, tapi yang jelas peran satu orang itu tidak mudah, banyak orang yang dipanggil-panggil sampai orang itu meninggal, itu tidak boleh. Harus kami akhiri itu. Ada orang enggak pernah dipanggil-panggil jadi meninggal, tersiksa orang itu. Makanya kita harus hati-hati sekali periode ini," kata Saut.
Kendati begitu, Saut meyakini jaksa KPK akan membuka peran setiap orang yang diduga terlibat membantu praktik suap antara Rajamohanan dan pejabat Direktorat Jenderal Pajak tersebut di persidangan. Termasuk peran Arif Budi ini. "Jadi masih ada proses, tapi sejauh apa perannya kan belum detail (saat ini)," kata Saut.
Presiden Joko Widodo sebelumnya telah angkat bicara soal dugaan keterlibatan iparnya, Arif Budi, dalam kasus suap penghapusan pajak PT EKP. Jokowi pun meminta kasus tersebut diusut KPK dengan seluas-luasnya.
Dalam perkara ini, Rajamohanan didakwa menjanjikan fee kepada Pejabat Ditjen Pajak, Handang Soekarno, sebesar Rp6 miliar terkait pengurusan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia. Dari jumlah itu sebagian uang akan diberikan kepada Kakanwil DJP Jakarta Khusus, Muhammad Haniv. Namun ketika baru terjadi penyerahan pertama yakni Rp1,9 miliar, Handang dan Rajamohanan ditangkap KPK.
Namun dalam dakwaan Jaksa KPK kepada Rajamohanan, ternyata muncul nama Arif Budi Sulistyo dan Dijen Pajak Ken Dwijugiasteadi yang disebutkan ikut bantu praktik suap miliaran itu. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menambahkan, penyidik telah memeriksa Arif sebagai saksi pada medio Januari 2017 lalu. (one)