Modus Suap Tersangka Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur
- Satria Lubis (Medan)
VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan perhatian serius terhadap kasus suap penerbitan paspor pada 2016 dan calling visa 2013-2016 di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia. Pada perkara ini, penyidik sudah menjerat Atase Imigrasi pada KBRI Malaysia, Dwi Widodo sebagai tersangka.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, perbuatan Dwi sudah sangat merugikan Tenaga Kerja Indonesia yang ada di Malaysia. Sebab, untuk mengurus paspor dan visa itu, TKI harus membayar biaya yang besar di luar tarif resmi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
"Ini yang rugikan adalah TKI yang ada di Malaysia. Biaya yang dikenakan tersebut menjadi tanggungan di tengah banyaknya beban yang ditanggung TKI," kata Febri di kantornya, Jakarta, Selasa 7 Februari 2017.
Febri menambahkan, dalam melakukan kejahatannya, Dwi menggandeng perusahaan yang tidak berwenang dalam pengurusan paspor dan visa. Makelar atau perantara pembuatan paspor dan visa tersebut mendekati kantong-kantong tempat TKI bermukim, kemudian menawarkan pembuatan paspor dengan sistem reach out dengan biaya yang lebih tinggi.
Menurut Febri, biaya itu dinikmati oleh perusahaan makelar sebagai bagian keuntungan mereka.
"Sebagian lagi dialirkan ke tersangka DW," kata Febri.
Febri menjelaskan, hasil kajian dari bagian penelitian dan pengembangan KPK tahun 2007 memperlihatkan masalah yang cukup serius dalam proses penempatan TKI. Bahkan, kata Febri, perlindungan TKI di luar negeri sangat lemah.
"Sejak keberangkatan, penempatan, dan pemulangan TKI kerap jadi objek pungutan liar. Seperti untuk pembuatan surat terkait perizinan hingga asuransi. Seharusnya pihak-pihak yang lakukan pelayanan publik tidak memungut lebih, dan memanfaatkan celah mengambil keuntungan untuk diri sendiri," kata Febri.