Komisi III Tegaskan Sadap Tanpa Izin Ilegal
- Pixbay/helloolly
VIVA.co.id – Anggota Komisi III DPR, Muhammad Syafi'i, menilai kubu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok melanggar hukum jika melakukan tindak penyadapan terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ma'ruf Amin.
Dia mengingatkan dalam Pasal 31 ayat 3 UU ITE (Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik), hanya lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan yang diperbolehkan melakukan penyadapan. Juga lembaga lain yang diizinkan dalam UU, seperti KPK, BIN atau BAIS.
"Ini enggak bisa menyadap dengan bebas, dan tanpa ada izin berarti ilegal," kata Syafi'i kepada VIVA.co.id di Senayan, Jakarta, Kamis 2 Februari 2017.
Meskipun Ahok telah menyatakan permintaan maaf, namun menurut Syafi'i hal itu tidak membuat proses hukum Ahok berhenti. Apalagi proses pelanggaran penyadapan disebut bukan delik aduan.
"Ini kan tidak bisa selesai walaupun antara Ahok dan Ma'ruf Amin saling memaafkan, karena ini sudah masuk kasus pidana dan ini bukan delik aduan, ini delik umum. Jadi di sini diuji lagi benar enggak kepolisan atau penegak hukum kalau berhadapan dengan Ahok kan lemah sekali," ujar dia.
Seperti diketahui, berikut ini larangan intersepsi tanpa hak atau melawan hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 31 UU ITE, bahwa:
“(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap intersepsi atau penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan undang-undang.”
Sementara hukuman untuk pelanggaran Pasal 31 ayat 1 dan/atau 2 tersebut adalah sebagai berikut:
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).”