Mantan Ketua KPK: MK Sudah Dua Kali Bobol
- ANTARA/M Agung Rajasa
VIVA.co.id - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas, menilai kasus Patrialis Akbar adalah bukti Mahkamah Konstitusi sangat lemah dalam pengawasan internal. Dia menyarankan, sudah saatnya undang-undang tentang MK direvisi.
"Itu bukti bahwa kualitas dan proses pengawasan internal MK sudah saatnya dilakukan perubahan, dan sudah tidak bisa lagi menjadi kewenangan otonom MK saja. Sudah harus melibatkan unsur publik. Tentang sistem aturan maupun pengawasan internal. Ternyata sudah dua kali bobol, kan," kata Busyro di Jakarta pada Senin, 30 Januari 2017.
Komisi Yudisial (KY), kata Busyro, tak bisa mengawasi sembilan hakim MK karena tak diatur dalam undang-undang itu. Padahal, sebagai lembaga negara sektor penegakan hukum serta konstitusi, sepatutnya hakim MK juga diawasi pihak luar yang lebih kompeten.
Busyro berpendapat, kejahatan di MK adalah penistaan terhadap konstitusi dan sangat berbahaya. Maka, kata Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu, sudah saatnya peraturan untuk MK diformulasikan lagi.
"Kasus (Patrialis Akbar) ini penistaan UUD, dan itu bukan tanggung jawab secara hukum tersangka saja, tapi juga secara kelembagaan harus dijadikan pembelajaran yang terakhir oleh institusi MK," kata Busyro.
Patrialis diduga menerima suap dari pengusaha Basuki Hariman dan sekretarisnya Ng Fenny melalui perantara Kamaludin. Suap itu disebut berkaitan dengan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan.
Jauh sebelum kasus itu muncul, KPK sudah membongkar skandal yang dilakukan mantan Ketua MK, Akil Mochtar. Dia disangka dan didakwa menerima suap untuk memenangkan sengketa pilkada di sejumlah daerah.
Patrialis Akbar dan Akil Mochtar, dua Hakim Konstitusi yang terjerat kasus suap. (Foto: ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
(ase)