Menhub: Kasus Emirsyah Tak Pengaruhi Operasional Garuda

Emirsyah Satar
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, menjadi tersangka dugaan suap pembelian pesawat dari penyedia mesin jet asal Inggris, Rolls-Royce. 

KPK Simpan Banyak Data untuk Bantu Lembaga Antikorupsi Inggris
Terkait hal ini, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, keputusan KPK tersebut tidak akan mengganggu operasional dan penerbangan maskapai Garuda. Pemeriksaan yang dilakukan tentu tidak akan terkait, karena yang bersangkutan tidak lagi menjabat di Garuda.
 
KPK Pastikan Bantu Inggris Usut Tuntas Korupsi Garuda Indonesia
"Saya pikir kita bisa pisahkan antara pemeriksaan KPK dengan operasional sekarang," kata Budi di kantor Menkopolhukam, Jakarta, Kamis 19 Januari 2017.
 
Bekas Bos Garuda Indonesia Emirsyah Satar akan Kasasi Putusan PT DKI
Budi menjelaskan, operasional Garuda saat ini sudah sesuai dengan program tetap yang disepakati sejak awal. Program tersebut sudah berjalan dengan tidak memengaruhi operasi penerbangan Garuda. "Kalau KPK kan ini urusan inividual, saya pikir tidak ada ganguan apa-apa," katanya.
 
Mengenai kasus dugaan korupsi penyedia mesin jet asal Inggris, Rolls-Royce yang disangkakan KPK kepada Emirsyah, Budi mengatakan tidak mengetahuinya. "Saya juga belum tahu, ini baru tahu ini dan beberapa jam yang lalu. Jadi belum diskusi dengan internal," ujarnya.
 
Sementara, KPK menetapkan dua tersangka dugaan suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia. Keduanya yakni Emisyah Satar selaku Direktur Utama Garuda Indonesia periode 2005-2014, dan Soetikno Soedarjo selaku Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd.
 
"Tersangka ESA diduga menerima suap dari tersangka SS dalam bentuk uang dan barang," kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif di kantornya, Jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 19 Januari 2017. 
 
Laode merincikan, uang suap itu terdiri dari dua mata uang negara. Pertama yakni dalam bentuk Euro sebanyak 1,2 juta, kedua yakni bentuk dolar Amerika Serikat senilai 180 ribu atau setara Rp 20 miliar. 
 
"Kemudian juga ada dalam bentuk barang senilai 2 Juta dolar Amerika Serikat yang tersebar di Singapura dan Indonesia," kata Laode. (mus)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya