Mendagri: Pemakzulan Bupati Katingan Hak DPRD
- Moh Nadlir/VIVA.co.id
VIVA.co.id – Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan proses pemakzulan seorang kepala daerah merupakan hak DPRD. Karena itu ia tak mempersoalkan munculnya wacana pencopotan kepala daerah yang kini tersandung kasus perzinahan seperti Bupati Katingan Ahmad Yantenglie.
"Silakan (dimakzulkan) itu hak. Bagaimana seorang kepala daerah di daerah yang kecil, tidak punya wibawa di mata masyarakatnya kan repot," ujar Tjahjo di Jakarta, Kamis, 12 Januari 2017.
Ia pun menyamakan kasus yang menjerat Yantenglie dengan kasus Aceng Fikri yang pernah dilengserkan dari jabatannya sebagai Bupati Garut karena skandal pernikahan siri dengan Fany Octora, gadis yang baru berusia 18 tahun.
"Bupati Katingan itu kasusnya sama dengan Garut. Tidak kami berhentikan karena UU. Kecuali DPRD ada keputusan paripurna DPRD seperti di Garut kemarin, diberhentikan itu lain lagi. Katingan ini kami menunggu bagaimana DPRD," ujarnya.
Diketahui, pemakzulan merupakan tata cara untuk melepaskan jabatan kepala daerah yang sedang diemban gubernur, bupati, atau wali kota. Proses pemakzulan kepala daerah diatur dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda)
Dalam UU Pemda, ada beberapa hal yang bisa membuat seorang kepala daerah dimakzulkan sebelum kemudian berlanjut ke Mahkamah Agung, yakni:
a. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan
b. Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah
c. Melanggar larangan bagi kepala daerah, antara lain: membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroninya, melakukan KKN serta menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain; serta menyalahgunakan wewenang
d. Melakukan perbuatan tercela