Pemerintah Akan Perberat Sanksi Kasus Perdagangan Satwa Liar
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Pemerintah berencana untuk merevisi sanksi yang termaktub dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Salah satunya dalam pemberian hukuman dan denda kepada para pelaku perdagangan satwa liar yang marak di Indonesia.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Istanto menyebutkan, revisi yang akan tertuang dalam rancangan UU Nomor 5 Tahun 1990 itu, nantinya akan memberlakukan masa tahanan dan denda dengan batas minimal dalam dua kategori. Yakni, untuk para pelaku kejahatan atas satwa liar dari kelompok perusahaan dan individu.
Masing-masingnya, akan sama-sama memiliki sanksi minimal lima tahun penjara dan denda minimal Rp1 miliar. Kemudian, penerapan hukuman maksimal penjara untuk kelompok perusahaan bisa mencapai seumur hidup. Namun, untuk individu, hukuman maksimal penjara hanya sekitar 10 tahun.
"Ini agar efek jeranya lebih besar," kata Istanto, Rabu, 11 Januari 2017.
Menurutnya, selama ini yang menjadi masalah adalah peraturan itu belum mampu menimbulkan efek jera bagi para pelaku kejahatan atas satwa liar.
Itu ditengarai oleh vonis pidana yang diterapkan dalam UU tersebut tidak ada batas minimal. UU tersebut hanya pada vonis tertinggi empat tahun penjara dan denda sebesar Rp50 juta, pada kasus perdagangan harimau misalnya.
"(Karena itu) sanksi pidananya yang akan diterapkan lagi lebih berat," katanya.