Surabaya Kehilangan Lagi Aset Cagar Budaya
- VIVAnews/Adri Irianto
VIVA.co.id - Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, kembali tak berdaya dalam mengurusi bangunan bersejarah. Kasus terbaru, sebuah aset di Jalan Basuki Rahmat 119-121 yang semula dikelola Perusahaan Daerah Air Minum kota setempat jatuh ke tangan swasta. Padahal, PDAM menggunakan jurus cagar budaya.
Aset itu sebetulnya menjadi sengketa sejak lama dan banyak yang mengklaim sebagai pemilik. Mulanya seseorang bernama Siti Fatiyah mengklaim sebagai pemilik dan menggugat PDAM Surabaya. Fatiyah memenangkan gugatan perdata melawan PDAM. Pengadilan Negeri Surabaya sempat mengeluarkan penetapan eksekusi.
Belum dieksekusi, Fatiyah meninggal dunia setelah ditetapkan tersangka pemalsuan akta autentik atas aset itu oleh Polrestabes Surabaya. Setelah itu muncul nama Hanny Limantara yang mengaku telah membeli aset itu dari ahli waris Fatiyah. Bahkan, dia berhasil memperoleh penetapan eksekusi dari pengadilan bernomor 93/EKS/2013/PN.SBY.
PDAM Surabaya lalu melayangkan gugatan perlawanan atas penetapan eksekusi itu. Pada Selasa, 10 Januari 2017, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang diketuai Ferdinandus menolak gugatan PDAM. Lahan itu dinyatakan sah milik Hanny selaku terlawan.
Hakim mengabaikan bukti-bukti yang diajukan PDAM dengan alasan sudah dipakai dalam gugatan sebelumnya. Hakim juga mengabaikan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, yang menyatakan bahwa aset itu adalah cagar budaya.
Hakim beralasan, SK tentang aset cagar budaya itu terbit setelah ada putusan hakim sebelumnya dalam perkara perdata Siti Fatiyah. "Putusan hukum berkedudukan lebih tinggi dari SK Wali Kota, sehingga SK tersebut haruslah dikesampingkan," ujar Ferdinandus.
Kepala Bagian Hukum PDAM, Muhammad Risky, mengaku kecewa atas putusan itu. Tetapi dia belum menentukan sikap akan melakukan upaya banding atau tidak. "Yang jelas kami kecewa bukti-bukti dari kami diabaikan semua, termasuk soal cagar budaya," ujarnya.
Kuasa hukum tergugat, Ahmad Riyadh UB, menyampaikan bahwa SK Wali Kota soal cagar budaya aset objek sengketa itu perlu diselidiki. Apalagi SK terbit setelah aset menjadi sengketa. Menurutnya, diperlukan proses saksama untuk penentuan suatu tempat sebagai cagar budaya. "Apalagi Pemkot bagian dari pihak berperkara," ujarnya.
Jika pun memang masuk cagar budaya, kata Riyadh, itu tidak menghalangi jual-beli aset. Hal yang penting, katanya, melindungi bangunan cagar budaya itu. "Cagar budaya tidak menghalangi jual-beli, asalkan tidak sampai terjadi pembongkaran," ujarnya.
Peristiwa Pemerintah Kota Surabaya kehilangan aset cagar budaya itu mengingatkan kasus pembongkaran bekas markas radio Pahlawan Nasional, Sutomo atau Bung Tomo, di Jalan Mawar Nomor 10, Surabaya, pada Mei 2016. Pemerintah Kota dianggap lalai menjaga dan melestarikan bangunanan cagar budaya itu. (Baca: Istri Bung Tomo Wafat Bawa Kekecewaan pada Risma)