Dewan Pers Sayangkan Menjamurnya Media Massa 'Jadi-jadian'
VIVA.co.id – Anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi, mengungkapkan bahwa pasca revolusi digital, banyak orang membuat media massa, yang kadang-kadang mirip perusahaan pers yang ada produk beritanya, maupun struktur redaksinya.
Padahal, belum tentu memenuhi syarat sebagai perusahaan pers seperti diatur dalam undang-undang. Produk beritanya pun terkadang tidak mencerminkan produk jurnalistik.
Menurut Imam, pers harus memenuhi standar yang sudah diatur Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 dan sesuai perilaku Kode Etik Jurnalistik. Isinya juga harus produk jurnalistik.
"Meski bentuknya mirip pers, tapi tidak patuh dengan standar perusahaan pers atau media, dan isinya tidak mencerminkan produk jurnalistik, maka itu bukan pers," kata Imam saat diskusi bertajuk '”Media Sosial, Hoax dan Kita” di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 7 Januari 2017.
Ia menjelaskan, sesuai aturannya, konten berita itu harus mendidik, informatif, bisa menjadi kontrol sosial dan hiburan. Informasinya harus akurat, dapat menghormati kebinekaan serta hak asasi manusia dan hukum. "Yang jelas pers juga harus berbadan hukum," ujarnya.
Imam menegaskan, semua media harus mematuhi itu, walaupun UU tidak ada aturan turunan seperti peraturan pemerintah dan ke bawahnya lagi. Sebab, kata dia, kalau UU Pers memiliki aturan turunan, maka sama saja pers diatur pemerintah dan tidak bisa independen.
"Jadi masyarakat pers membuat sendiri aturan dengan diinisiasi Dewan Pers maka jadilah aturan Dewan Pers," ujarnya.
Fitnah dan Kebencian
Lebih lanjut, menurut Imam, dalam menangani kasus yang berhubungan dengan pers, Dewan Pers akan melihat persoalan secara keseluruhan. Misalnya, dari sisi konten apakah sesuai dengan standar jurnalistik atau tidak.
Kalau isinya adalah fitnah dan menebar kebencian, itu bukanlah produk pers. "Walau dia berbadan hukum tapi tidak memenuhi standar jurnalistik, tetap tidak kami anggap sebagai pers," ujar Imam.
Menurut Imam, ketika produk yang diterbitkan menyalahi aturan secara terus menerus maka juga tidak dianggap sebagai perusahaan pers.
Karenanya, tegas Imam, ketika ada masalah dengan media yang bukan masuk dalam kategori pers bisa diselesaikan di luar UU 40 tentang Pers. "Kalau ada upaya, silakan melakukan upaya hukum lain di luar UU No 40," kata dia.
(ren)