Fadli Zon: Pemerintah Lebih Suka Korbankan Rakyat
- VIVA.co.id/ Reza Fajri.
VIVA.co.id – Awal tahun 2017, masyarakat mendapat kado pahit dari pemerintah, yakni berupa pencabutan subsidi listrik terhadap 18,7 juta pelanggan rumah tangga golongan 900 VA, serta kenaikan tarif pengurusan surat kendaraan bermotor yang mencapai ratusan persen.
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon menyebut, berbagai kenaikan itu sebagai bukti, jika pemerintah lebih suka mengorbankan masyarakat, demi menyelamatkan kepentingannya sendiri.
"Itu angka kenaikan yang fantastis. Saya khawatir, pemerintah melihat soal-soal tadi hanya dari sisi penerimaan negara semata, tidak memperhitungkan dampak ekonominya bagi kehidupan masyarakat," kata Fadli dalam keterangannya di Jakarta, Rabu 4 Januari 2017.
Dia memahami, jika realisasi pendapatan negara terus-menerus turun. Bila melihat, realisasi pendapatan negara dari penerimaan perpajakan hanya Rp1.283,6 triliun pada 2016, atau sekitar 83,4 persen dari target APBN-P 2016. Meski persentasenya lebih besar dari realisasi penerimaan perpajakan pada 2015, yang mencapai 81,5 persen.
"Namun jangan lupa, realisasi itu disokong oleh kebijakan extraordinary bernama tax amnesty. Dalam perhitungan saya, jika tidak menyertakan hasil tax amnesty hingga periode dua, realisasi penerimaan negara dari sektor perpajakan tahun 2016 hanya ada di kisaran 73 persen dari target yang dipatok pemerintah sendiri. Ini tentu saja, merupakan lampu merah bagi pemerintah," ujarnya.
Namun, kata dia alih-alih mengoreksi struktur APBN, terutama mengoreksi berbagai proyek infrastruktur yang tidak perlu, pemerintah malah berusaha mempertahankan struktur anggaran dengan menggenjot penerimaan negara bukan pajak dan melalui penghapusan berbagai subsidi untuk rakyat tadi.
"Ujungnya, daya beli masyarakat akan semakin tertekan, yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.
Menurut dia, tergerusnya daya beli masyarakat, merupakan salah satu dari tiga faktor internal yang telah memperlemah perekonomian kita, di luar faktor perlambatan ekonomi dunia dan dicabutnya berbagai subsidi untuk rakyat, terutama subsidi energi, seperti BBM, gas, dan listrik.
"Itu yang telah menyebabkan konsumsi sektor rumah tangga hanya tumbuh 5,05 persen. Padahal, konsumsi rumah tangga ini merupakan kontributor terbesar bagi pertumbuhan ekonomi," ujar dia.
Politisi Gerindra itu menegaskan, pemerintah mestinya mendahulukan untuk menyelamatkan perekonomian rakyat, sebelum menyelamatkan keuangan negara. "Kalau masyarakat terus-menerus diberi kado pahit, jangan berharap perekonomian kita akan membaik, dan keuangan negara bisa sehat," katanya. (asp)