2016, Bencana Alam Catatkan Rekor
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Sepanjang 2016, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat, terjadi 2.342 peristiwa bencana alam di Indonesia. Hal ini meliputi letusan gunung api, tanah longsor, banjir, angin puting beliung, hingga kebakaran hutan dan lahan.
Jumlah ini meningkat 35 persen dari tahun sebelumnya, dan mencatatkan rekor bencana alam terbanyak dalam 14 tahun terakhir. Imbasnya 522 orang tewas, 3,05 juta jiwa mengungsi, serta 69.287 unit rumah dan 2.311 fasilitas umum rusak.
Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho, di kantornya, Kamis, 29 Desember 2016.
Di 2016, banjir menjadi bencana alam yang paling sering terjadi. Setahun, tercatat 766 kali banjir, dan menewaskan 147 jiwa. Bencana ini juga menyebabkan 2,72 juta jiwa mengungsi, serta 30.669 rumah rusak.
Namun, bencana paling merenggut jiwa adalah tanah longsor. Sepanjang tahun 611 peristiwa longsor terjadi dan menewaskan 188 jiwa.
Paling mematikan, gempa bumi berkekuatan 6,5 skala richter yang terjadi di Aceh pada 7 Desember 2016. Dalam peristiwa ini, 103 orang meninggal dunia di Kabupaten Pidie Jaya, Bireun, dan Pidie.
Selain itu, masih banyak bencana alam yang telah merenggut jiwa warga Indonesia. Berikut beberapa bencana alam besar yang terjadi sepanjang 2016.
1. Letusan Gunung Egon, 13 Januari 2016.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menaikkan status Gunung Egon, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, dari Waspada menjadi Siaga, pada Rabu, 13 Januari 2016, pukul 06.00 Waktu Indonesia Tengah.
Menurut Sutopo, peningkatan aktivitas kegempaan di gunung itu meningkat signifikan sejak sehari sebelumnya, Selasa 12 Januari 2016.
Kegempaan terasa di Desa Egon Gahar, lereng tenggara Gunung Egon. Gempa vulkanik dalam dapat memicu peningkatan aktivitas gunung itu.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi merekomendasikan untuk memperluas radius evakuasi dari 1,5 kilometer menjadi 3 kilometer. Sehingga 927 warga sekitar gunung mengungsi.
Kemudian pada Senin, 18 Januari 2016, Gunung Egon mengeluarkan semburan asap putih, mengepul hingga ketinggian 100 meter dari kawah.
Warga yang sudah mengungsi pun dilaporkan mengalami gangguan pernafasan.
2. Longsor Purworejo, 7 Februari 2016
Longsor terjadi di Desa Penungkulan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Sutopo mengatakan, ada tujuh korban longsor yang telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
"Upaya pencarian korban yang dilakukan sekitar 700 personel tim gabungan dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), TNI, Polri, Tagana, Basarnas, PMI, relawan dan masyarakat dihentikan, karena semua korban sudah ditemukan," kata Sutopo dalam keterangan tertulisnya, Senin, 8 Februari 2016.
Menurut Sutopo, selain korban meninggal, sembilan orang diungsikan ke rumah warga sekitar lokasi longsor.
3. Longsor Banjarnegara, 24-25 Maret 2016
Bencana tanah longsor melanda Desa Clapar, Kecamatan Madukara, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Akibatnya, 158 jiwa diungsikan ke tempat aman akibat bencana ini. Khususnya warga yang berada di RT 1 sampai 3 RW 01 desa setempat.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah, Sarwa Pramana mengatakan, longsor terjadi karena pergerakan tanah seluas lima hektare. "Longsor ini disebut slow respons yang bergerak di tanah sejauh 1,2 kilometer di perkampungan warga," kata Sarwa di Semarang, Jumat malam, 25 Maret 2016.
Menurut Sarwa, longsor terjadi dua kali. Pertama pukul 19.00 WIB pada Kamis, 24 Maret 2016, saat hujan deras terjadi. Kemudian longsor kedua pukul 01.30 WIB. Namun saat longsor kedua, warga sudah mengungsi.
Akibat longsor, sembilan rumah rusak berat, tiga rusak sedang, dua rusak ringan dan 29 unit terancam rusak.
4. Erupsi Gunung Sinabung, 21 Mei 2016.
Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, kembali erupsi, setelah sempat menurun aktivitasnya selama beberapa bulan, walaupun status gunung selalu Siaga.
Petugas Pos Pengawas Gunung Sinabung Deri mengatakan, tercatat erupsi terjadi tiga kali, yaitu pukul 16.48 WIB, 18.04 WIB, dan terakhir pukul 18.24 WIB. "Erupsi disertai awan panas," tuturnya.
Pada erupsi ini, sembilan orang meninggal dunia terkena awan panas, karena berada di dalam zona merah yang ditetapkan pemerintah.
Semestinya, kawasan zona merah steril dari aktivitas masyarakat. Namun sebagian nekat berkebun dan tinggal sementara waktu untuk mengolah kebun dan ladang mereka. Alasan ekonomi menjadi faktor utama yang menyebabkan masyarakat Desa Gamber itu nekat melanggar larangan.
5. Longsor Purworejo, 18 Juni 2016.
Pada pertengahan tahun ini, longsor kembali terjadi di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Kali ini, tercatat total korban meninggal dunia mencapai 46 orang, dan 14 lainnya masih hilang.
Akibat longsor, 280 orang diungsikan dan sekitar 100 rumah mengalami kerusakan. "Banyaknya korban disebabkan salah satunya karena longsoran susulan," kata Kepala Kantor SAR Semarang, Agus Haryono, Minggu, 19 Juni 2016.
Longsor susulan yang terus terjadi sejak longsor pertama pada Sabtu, 18 Juni 2016, menciptakan korban baru, khususnya warga yang sedang membantu melakukan pembersihan sisa longsor.
"Seperti di Desa Caok Loano, banyak warga tiba-tiba tersapu longsor. Juga ada beberapa pengendara motor yang tersapu longsor saat menunggu pembersihan," katanya.
6. Banjir dan Longsor Sangihe, 21 Juni 2016.
Masih di bulan Juni, banjir menerjang Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, pada Selasa, 21 Juni 2016. Curah hujan tinggi membuat sejumlah lokasi terkena banjir dan longsor.
Dalam bencana ini lima warga meninggal dunia, dan seorang lainnya dinyatakan hilang. Selain itu, 2.180 orang mengungsi, 46 rumah dinyatakan rusak berat, serta 93 rumah lainnya rusak sedang dan ringan.
Presiden Joko Widodo pun memberikan sumbangan senilai Rp350 juta untuk para korban tanah longsor dan banjir bandang ini. Bantuan diterima langsung Wakil Bupati Kepulauan Sangihe, Jabes Ezar Gaghana.
“Melalui BNPB, pemerintah pusat juga menyerahkan bantuan logistik untuk kebutuhan korban bencana," kata Wakil Bupati saat dihubungi VIVA.co.id.
BNPB memperkirakan kerugian akibat banjir dan longsor ini mencapai Rp57 miliar.
7. Erupsi Gunung Gamalama, 3 Agustus 2016.
Pada Agustus, Gunung Gamalama di Pulau Ternate, Kepulauan Maluku, mengalami erupsi, Rabu, 3 Agustus 2016. Luncuran abu vulkanik membentang hingga 600 meter dari tenggara ke selatan, dan memaksa aktivitas Bandar Udara Babullah ditutup.
Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 3 Agustus 2016, letusan diduga dipicu aktivitas gempa pada Rabu, sekira pukul 06.14 WITA.
Laporan Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika mengungkapkan adanya gempa berkekuatan 4,6 skala richter di 86 kilometer barat daya Halmahera Barat dengan kedalaman 18 kilometer. Gempa ini, diikuti dengan tremor terus menerus, sehingga membuat adanya tekanan ke dalam dapur magma Gunung Gamalama.
"Saat ini erupsi Gamalama dalam level II, status waspada dengan rekomendasi tidak boleh ada aktivitas penduduk dalam radius 1,5 kilometer."
Bencana ini berdampak pada 13.145 warga yang hidup di sekitar gunung itu.
8. Kebakaran Hutan dan Lahan, Akhir Agustus 2016.
Menjelang berakhirnya Agustus, enam provinsi di Indonesia menetapkan status siaga darurat asap, sebagai antisipasi kebakaran hutan dan lahan. Mereka adalah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana, pengajuan status siaga darurat itu diapresiasi. Sebab, pada 2015 daerah terkesan sungkan menetapkan status siaga darurat asap. Sehingga menghambat proses percepatan penanganan.
"Tahun ini sudah 6 provinsi tetapkan siaga darurat. Tahun lalu sangat sulit gubernur untuk keluarkan status siaga darurat," ujar Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Senin, 29 Agustus 2016.
Untuk menanggulangi kebakaran hutan ini, total ada 17 pesawat yang dikerahkan BNPB untuk memadamkan api. "Tahun lalu sampai 32, tahun ini hanya 17, dengan empat siaga masih cukup," ujar Sutopo.
Akibat kebakaran ini, asap sempat menyeberang ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
9. Banjir Bandang Garut, 20 September 2016
Banjir bandang menerjang enam kecamatan di Garut, Jawa Barat, sehingga menewaskan 34 warga, dan 19 orang dinyatakan hilang dalam bencana ini. Tak hanya itu, 35 orang menderita luka-luka, dan 6.361 warga mengungsi.
Akibat derasnya air, tercatat 858 rumah rusak berat, 207 rumah rusak sedang, dan 1.446 rumah rusak ringan. Kemudian 49 fasilitas pendidikan, 15 tempat ibadah, dan 2 fasilitas kesehatan juga rusak akibat terkena imbas dari banjir. Pemerintah Kabupaten Garut, memprediksi kerugian materi akibat bencana banjir bandang ini mencapai Rp158 miliar.
Bupati Garut Rudy Gunawan mengatakan, pihaknya secara bertahap mulai melakukan rehabilitasi fasilitas umum yang rusak. "Kami secara bertahap akan melakukan rehabilitasi. Untuk fasilitas umum pada tahap pertama ini kami butuh dana sekitar Rp50 miliar," kata Rudy di Garut, Kamis, 6 Oktober 2016.
Anggaran itu dibutuhkan untuk perbaikan fasilitas Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Slamet Garut, fasilitas pendidikan dan perbaikan saluran air.
Presiden Joko Widodo pun menyempatkan diri mengunjungi para korban banjir. Pada kesempatan itu, Jokowi bilang, berdasarkan laporan dia terima, bencana itu terjadi karena banyak hutan gundul, terutama di hulu Sungai Cimanuk. Kawasan hutan di hulu sungai itu perlu ditata kembali dengan penanaman pohon agar bisa menyerap air.
10. Banjir Pangandaran, 9 Oktober 2016.
Banjir melanda delapan kecamatan di Pangandaran, Jawa Barat. Banjir merendam dua ribu rumah rumah di Kecamatan Kalipucang, Padaherang, Cipajulang, Sidamulih, Parigi, Mangunjaya, Cigugur dan Langkap Lancar.
Akibatnya, 20 ribu jiwa terdampak, dan dua orang dinyatakan meninggal dunia dalam bencana banjir dan longsor yang terjadi pada Minggu, 9 Oktober 2016.
Koordinator Humas dan Protokoler Badan SAR Nasional Provinsi Jawa Barat, Joshua Banjarnahor menjelaskan, musibah tersebut terjadi akibat hujan deras selama dua hari dan mengakibatkan sungai di kawasan tersebut tidak sanggup menampung air sehingga meluap.
11. Banjir Luapan Bengawan Solo
Air luapan Sungai Bengawan Solo membanjiri Kabupaten Bojonegoro, Tuban, dan Gresik. Hal ini disebabkan hujan yang mengguyur di bagian hulu dan tengah Sungai Bengawan Solo. Banjir ini berlangsung hampir selama dua pekan, karena hujan terus turun dengan intensitas sedang hingga deras. Akibatnya dilaporkan dua orang meninggal dunia sebagai dampak banjir.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana pun menetapkan kondisi siaga merah.
Banjir paling parah terjadi di Bojonegoro, dimana 3.410 rumah di 51 desa pada 10 kecamatan dari total 28 kecamatan, terendam air. Selain itu, ada 3.703 ha sawah juga tergenang. Di Tuban, luapan Bengawan Solo merendam sejak 26 November 2016. Banjir menyebabkan 3.569 rumah tergenang banjir, jalan tergenang 61.065 meter, dan lahan pertanian terendam 2.111 ha. Ditaksir kerugian dan kerusakan akibat banjir mencapai Rp9 miliar. Sementara di Gresik, banjir melanda 17 desa di Kecamatan Dukun dan Bungah.
11. Gempa Bumi Aceh, 7 Desember 2016
Gempa Bumi berkekuatan 6,5 skala richter mengguncang Aceh. Pusat gempa ini terletak 18 kilometer di sebelah barat laut Pidie jaya, dengan kedalaman 10 kilometer. Guncangan gempa paling terasa di Kabupaten Pidie Jaya, Bireun, dan Pidie. Di ketiga kabupaten itu, total dilaporkan 103 orang meninggal dunia, 267 warga luka berat, 127 luka ringan, dan 91.267 masyarakat mengungsi.
Guncangan ini membuat 2.357 rumah rusak berat, 5.291 rumah rusak sedang, dan 11.832 rumah rusak ringan.
“Kerugian dan kerusakan akibat gempa Aceh, Rp1,96 triliun. Sedangkan kebutuhan rekonstruksi rehab Rp1,5 triliun lebih, kalau kita lihat kerugian dan kerusakan, total sekitar Rp3,5 triliun lebih lah," kata Kepala BNPB, Willem Rampangilei di kantornya, Jakarta Timur, Kamis, 22 Desember 2016.
12. Banjir Bandang Bima, 21 Desember 2016
Banjir bandang melanda Kota Bima, Nusa Tenggara Barat setelah hujan deras mengguyur kota itu selama dua hari berturut-turut. Akibatnya, 203 rumah hanyut, 652 rumah rusak berat, 742 rusak sedang, dan 18.294 rumah rusak ringan. Selain itu, 8.491 jiwa mengungsi, dan 105.754 warga terkena dampak dari bencana ini.
Menurut BNPB banjir bandang terjadi akibat adanya siklon tropis Yvette yang posisinya berada di Samudera Hindia, sekitar 620 kilometer sebelah selatan Bali dengan arah dan kecepatan gerak utara timur laut.
“Maka siklon tropis Yvette akan memberikan dampak terhadap cuaca di Indonesia berupa hujan dengan intensitas sedang hingga lebat terjadi di wilayah Jawa Timur bagian timur dan selatan, Bali, NTB dan NTT,” kata Sutopo, Kamis, 22 Desember 2016.
Berdasarkan perhitungan BNPB, kerugian dan kerusakan akibat banjir mencapai Rp1 triliun. Penghitungan ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana, sekaligus besarnya kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi.
Kerugian dan kerusakan akibat banjir di Kota Bima meliputi, kerusakan fasilitas kesehatan meliputi lima puskesmas rusak berat, serta 59 fasilitas kesehatan tingkat desa rusak. Selain itu, 2.247 ha lahan sawah, 27 fasilitas pendidikan rusak, 116 kios rusak, 30 kantor rusak berat, serta 138 rumah rusak dan 49 hanyut. Paling parah, kerusakan infrastruktur berupa sembilan jembatan, jalan dalam kota sepanjang 40 km, prasarana air minum, sarana kebersihan, lima dam rusak berat, dan satu dam rusak sedang.
(mus)