KPK Sesalkan Hak Politik Sanusi Tak Dicabut
- ANTARA/Wahyu Putro A
VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta tidak mencabut hak politik Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohammad Sanusi. Padahal, sanksi itu dilakukan untuk memberikan efek jera, dan mencegah terjadi lagi korupsi di sektor politik. Â
"Karena itu, KPK hampir selalu mengajukan tuntutan (cabut hak politik) itu kepada terdakwa yang ada risiko pihak yang diwakili akan melakukan perbuatan korupsi," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 30 Desember 2016.
Karenanya, kata Febri, lembaga antirasuah itu berharap jajaran Mahkamah Agung (MA) memiliki pandangan yang sejalan dalam mencegah dan memberantas korupsi di sektor politik.
Selain itu, KPK juga tengah mengkaji putusan hakim yang menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara terhadap Sanusi. Putusan ini sejatinya lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK yang menuntut hakim jatuhkan 10 tahun penjara terhadap terdakwa Sanusi yang terbukti lakukan suap pembahasan Raperda Teluk Jakarta dan pencucian uang.
"Akan disampaikan selanjutnya upaya hukum apa yang ditempuh KPK," kata Febri.
Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, sebelumnya divonis tujuh tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Selain penjara, adik kandung Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M Taufik, itu dikenakan pidana denda Rp250 juta subsider dua bulan kurungan.
Dalam putusan ini, majelis hakim menilai Sanusi terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja, terkait pembahasan raperda mengenai reklamasi Pantai Jakarta, dan pencucian uang selama menjadi anggota DPRD DKI Jakarta.
Meski begitu, majelis hakim tak sepakat dengan tuntutan Jaksa KPK terhadap pencabutan hak politik selama 5 tahun kepada Sanusi. Majelis menilai hal itu sudah diatur dengan undang-undang tersendiri.