Petani Rembang Memohon Pembatalan Pabrik Semen Indonesia
- VIVA.co.id/Dwi Royanto
VIVA.co.id – Penolakan pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia di Rembang, Jawa Tengah masih berlanjut hingga saat ini. Padahal Mahkamah Agung telah mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) perizinan pendirian pabrik yang diajukan oleh perwakilan petani rembang dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Indonesia pada 5 Oktober 2016 lalu.
Penolakan tersebut dilakukan lantaran para petani merasa dikhianati oleh Gubernurnya sendiri, Ganjar Pranowo, yang ternyata menerbitkan izin baru secara sembunyi-sembunyi terkait pembangunan pabrik semen di Rembang. Izin tersebut terbit setelah Mahkamah Agung membatalkan izin Amdal pabrik semen Rembang yang dikeluarkan Gubernur Jawa Tengah pada tahun 2012.
Joko Prianto, salah satu petani Pegunungan Kendeng dan salah seorang pihak pemohon dalam perkara ini, mengatakan persoalan di Rembang menjadi sangat rumit setelah Gubernur Jateng mengeluarkan Surat Keputusan baru. Ia menilai Ganjar telah melakukan pembangkangan terhadap putusan MA.
"Kami senang karena MA memenangkan gugatan kami, tetapi kenyataannya, kami masih saja tertindas dalam memperjuangkan lingkungan, dalam memperjuangkan hak untuk hidup di Pegunungan Kendeng," ujar Joko, Kamis, 29 Desember 2016 saat hadir dalam acara diskusi 'Membela Kaum Mustadh'afin' di aula Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat.
"Satu hal yang membuat saya berfikir, kita hidup di negara hukum tapi saya ragu terhadap kepastian hukun yang ada. Nah, Gubernur Jateng ini mencoba membangkang keputusan hukum. Kami menganggap Pak Ganjar menikung (putusan MA) dengan melakukan segala cara untuk mencabut izin lingkungan. Faktanya, di tengah jalan, Gubernur justru mengeluarkan ijin baru di lokasi yang sama, dengan amdal yang sama.”
Padahal, kata Joko, MA telah menyatakan jika amdal tersebut memiliki kecacatan hukum. Dalam diskusi tersebut, Joko yang datang bersama dua orang rekan petaninya ingin melakukan konsolidasi dan memberitahukan bahwa di Jateng ada ketidakadilan dan ketidakjujuran yang diperlopoori oleh Gubernurnya.
"Kita minta ke publik untuk mengawal perkara ini karena kita hidup di negara hukum. Sudah sepantasnya kita harus mematuhi hukum," ucapnya.
Sementara itu, Ketua YLBHI Asfinawati mengatakan banyak pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah saat ini justru "memakan" rakyatnya sendiri, salah satunya kasus pendirian pabrik semen di Rembang. Baginya, Gubernur Jateng sedang mencoba berbagai manuver untuk "membalikkan" kemenangan warga Rembang terkait putusan MA itu.
"Pembangunan pabrik semen itu dicabut izinnya karena tidak memperhatikan lingkungan. Artinya, ada masalah dalam pembuatan izin itu. Sedangkan Gubernur Jateng dianggap melakukan pembangkangan kepada putusan MA dan dia melakukan berbagai macam cara, seperti misal menerbitkan izin pertambangan baru. Ini artinya dia melawan hukum," ucapnya.
Menurut Asfi, pemerintah pusat harus mengetahui hal ini, termasuk DPR dan DPRD, agar menindak lanjuti perlawanan hukum tersebut.
"Kita akan terus mendampingi mereka (warga Remnang), kemudian mendesak Pak Ganjar untuk berhenti melawan putusan MA dan berhenti melawan hukum," katanya.
Sebelumnya, vonis PK terhadap izin mendirikan pabrik semen di kawasan Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah telah menemui ujungnya. MA telah mencabut perizinan tersebut pada tanggal 5 Oktober 2016, dengan Yosran, Is Sudaryono dan Irfan Fachruddin yang bertindak sebagai Majelis Hakim.
"Mengabulkan gugatan, membatalkan objek sengketa," kata putusan Majelis Hakim yang dikutip dari laman website Mahkamah Agung, Selasa 11 Oktober 2016.