'China Beri Pinjaman Satu Paket dengan Tenaga Kerja'
- Businessinsider.com
VIVA.co.id – Pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar menyatakan keresahan yang terjadi di masyarakat soal serbuan tenaga kerja asing dari China harus ditanggapi serius oleh pemerintah. Sebab, fakta di lapangan memang berkata demikian, di mana para pekerja asing dari China terus masuk bahkan hingga ke level pekerja kasar.
Kata Timboel, kondisi ini sudah menjadi rahasia umum, bahkan pekerja dari China di level rendah pun mudah ditemukan di perkotaan seperti kawasan Tanah Abang, Jakarta. "Ada masalah yang muncul sekarang ini, karena dari mereka banyak yang ilegal, datang kemudian tak mendapat izin. Kemudian mereka melakukan pekerjaan bersifat kasar," kata Timboel di Apa Kabar Indonesia Malam, tvOne, Jumat, 23 Desember 2016.
Menurut Timboel, dalam Undang Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 42 hingga 49 soal Penggunaan Tenaga Kerja Asing, sebenarnya sudah jelas diatur soal kriteria TKA yang bisa mengais rezeki di Indonesia. Disebutkan, mereka harus mendapatkan izin dan bukan ilegal, lalu ada kriteria jabatan yang membutuhkan keahlian khusus, dan bukan bersifat tenaga kerja kasar.
"Harusnya memang yang punya skill, alih teknologi, yang benar-benar memberi keahlian khusus, lalu bisa berbahasa Indonesia, yang jadi masalah kan para pekerja itu masuk ke pekerjaan kasar, itu problem-nya di situ," kata Timboel.
Dia mencermati, seharusnya ada filter yang ketat dari pihak terkait agar serbuan pekerja asing tak menjadi momok menakutkan keberadaan angkatan tenaga kerja lokal. "Kita tahu, pemerintah kita memang lagi giat mencari investor, utang, termasuk dari China. Nah, kita tahu, mereka kalau beri pinjaman satu paket, ya uangnya, materialnya, dan tenaga kerjanya," kata Timboel.
Menanggapi itu, Dirjen Pembinaan, Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja Maruli Hasiholan mengatakan, kementeriannya ke depan akan mengetatkan pekerja asing yang masuk ke Indonesia. Dia tak menampik pola China memberikan utang dengan sistem satu paket termasuk hingga tenaga kerjanya.
"Benar, memang kita tidak melarang, asal mereka ikuti peraturan yang ada. Kita lihat juga rencananya apa (mereka bekerja), jabatannya apa, kompetensinya apa, itu kita lihat. Kita tetap kendalikan. Bukan berarti paket itu mereka bebas," kata Maruli.