Korban Banjir di Bima Nelangsa akibat Komunikasi Terputus
- BNPB
VIVA.co.id - Banjir bandang menerjang Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, pada Rabu, 21 Desember 2016. Wilayah itu menjadi menjadi kota mati selama dua hari akibat aliran listrik dan jaringan telekomunikasi terputus, sehingga tak ada yang bisa dihubungi untuk meminta bantuan.
Arwan Darmawan (31), seorang warga Kecamatan Penaraga, menceritakan kepada VIVA.co.id betapa nelangsanya mereka beberapa lama saat bencana air bah itu. “HP (handphone) saya mati. Kota Bima jadi kota mati. Listrik mati, jaringan (telekomunikasi) enggak ada," kata Arwan, Jumat pagi, 23 Desember 2016.
Dia mengaku, tak ada siapa pun yang dapat dihubungi sejak Rabu hingga Kamis. Semua jaringan telepon seluler terputus akibat sapuan banjir besar itu. Tak ada pula barang-barang yang dapat diselamatkan.
"Kami (warga) berdiri (mengungsi) di atas gunung sampai jam 12 malam," kata pria yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Pemerintah Kota Bima itu.
Barang-barang Arwan dan hampir semua yang ada di rumah mereka hancur setelah disapu banjir bandang. “Hanya tinggal baju di badan. Dua hari ini pakai baju yang sama. Ini baru dapat bantuan baju bekas," katanya.
Rumah Arwan sebenarnya jauh dari bantaran sungai. Namun, karena banjir besar dan merata, rumahnya kini tidak layak huni. Banjir sudah surut tetapi rumah mereka tertimbun lumpur setinggi lutut orang dewasa.
Kondisi yang lebih parah, menurut dia, tampak di rumah-rumah di dekat bantaran sungai. Ia menceritakan, seorang temannya yang kebetulan rumahnya di bantaran sungai mengaku tidak ada yang bisa diselamatkan.
Menurut dia, hampir tidak ada yang bisa dilakukan saat banjir melanda, baik oleh pemerintah setempat. Sebab, semua memilih mengungsi. "Wali kota juga mengungsi karena banjirnya rata di seluruh kota," ujarnya.