Kemendagri: PP 59 Justru Perketat Pendirian Ormas Asing

Kantor Kementerian Dalam Negeri di Jakarta.
Sumber :
  • kemendagri.go.id

VIVA.co.id - Sejumlah pihak mengkritik kebijakan pemerintah atas penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2016 tentang Organisasi Masyarakat yang didirikan Warga Negara Asing. Padahal, PP tersebut dikeluarkan sebagai upaya untuk memperkuat pengelolaan ormas asing yang merupakan mitra pembangunan sesuai tujuan negara, yang selaras dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

Sekretaris Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) di Kementerian Dalam Negeri, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa PP tersebut memuat kebijakan yang selektif. Oleh karena itu, dia membantah jika aturan tersebut dinilai akan mempermudah pendirian ormas asing.

"PP ini bukannya mempermudah, justru memperketat persyaratan WNA mendirikan ormas di Indonesia. PP ini tak membebaskan begitu saja adanya ormas asing," kata Budi di Kantor Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara 7, Jakarta Pusat, Rabu, 21 Desember 2016.

Menurut Budi, pendirian ormas asing telah diatur dengan sejumlah persyaratan. Misalnya, berasal dari negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia, memiliki asas, tujuan dan kegiatan organisasi bersifat nirlaba.

"Sejumlah persyaratan juga diatur dalam PP itu seperti terkait pemberian izin prinsip dan izin operasional bagi ormas asing yang akan melakukan kegiatan di wilayah Indonesia setelah dikoordinasikan dengan tim perizinan yang ada di Kementerian Luar Negeri," ujar Budi.

Tak berbeda, Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir terhadap PP 59 Tahun 2016, yang memperbolehkan WNA mendirikan ormas.

"Tim koordinasinya ada 11 kementerian. Artinya kalau salah satu tidak mengizinkan, ormas dari luar tidak bisa masuk. Meski tim terpadu ini setuju, kemudian dikomplain pemda, ya dicopot," ujar Sigit.

Sigit menuturkan bahwa ketakutan PP tersebut akan melemahkan negara tidak akan terjadi. Alasannya, maksud dan tujuan PP itu adalah melakukan penertiban serta pengawasan ormas.

Kapolri Tak Ingin Kelompok Khilafatul Muslimin Berkembang

PP itu juga untuk memastikan bahwa ormas atau yayasan yang didirikan tidak akan bertolak belakang dengan visi-misi pembangunan serta kedaulatan NKRI.

"Memang saat ini ormas yang didirikan WNA sudah ada. Tapi yang belum ada itu 'cantolan' atau payung hukumnya. Dengan PP itu tujuannya agar ormas tertib administrasi," kata Sigit.

Polisi Sebut Khilafatul Muslimin Bukan Ormas Biasa

PP Nomor 59 Tahun 2016 tentang Ormas yang didirikan oleh Warga Negara Asing itu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Desember 2016. PP itu telah berlaku sejak tanggal diundangkan pada 6 Desember 2016.

Tujuannya, memberikan aturan teknis administratif bagi ormas asing untuk beroperasi di Indonesia. PP tersebut terdiri dari 34 Pasal yang dikelompokkan ke dalam 4 BAB.

Demo Tolak Pemekaran Ricuh, Sejumlah Mahasiswa Papua Ditangkap

Saat ini, ada 62 Ormas asing (International Non Governmental Organization/INGO) yang terdaftar di Kementerian Luar Negeri. Berdasarkan PP Nomor 59 Tahun 2016, ormas asing yang didirikan oleh WNA atau badan hukum asing wajib memiliki izin pemerintah pusat, yakni izin prinsip dan operasional.

Dalam Pasal 25 PP Ormas juga ada pembatasan personel ormas yang didirikan oleh WNA. Mereka hanya dapat mengajukan penugasan staf berkewarganegaraan asing paling banyak 3 orang. Lalu masa penugasan staf berkewarganegaraan asing tidak melebihi 5 tahun dan penugasannya tidak dapat diperpanjang kembali.

PP Nomor 59 Tahun 2016 juga mengatur sanksi administratif bagi ormas asing mulai dari peringatan tertulis, hingga pencabutan izin dan sanksi keimigrasian. PP Ormas ini juga merupakan delegasi Pasal 44–49 dan Pasal 79–82 dari UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas pasal 47, persyaratan paling sedikit bagi WNA atau badan hukum asing untuk memperoleh izin prinsip seperti, WNA yang mendirikan ormas tersebut telah tinggal di Indonesia 5 tahun berturut-turut. Sementara untuk badan hukum, telah beroperasi di Indonesia 5 tahun berturut-turut.

Warga negara asing ini juga harus memegang izin tinggal tetap. Kemudian, jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh WNA atau bersama warga Indonesia harus mencapai Rp 1 miliar. Sementara untuk badan hukum asing, jumlah kekayaan awal yayasan Rp10 miliar.

Lalu, salah satu jabatan ketua, bendahara atau sekretaris dijabat oleh WNI. Terakhir, perlu surat pernyataan pendiri bahwa kegiatan ormas asing yang didirikan tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya