MUI: Pemaksaan Pakai Atribut Natal Tidak Benar
- VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id – Atribut keagamaan nonmuslim haram dipakai oleh seorang muslim. Hal itu sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) bernomor 56 tahun 2016 yang dikeluarkan pada 14 Desember 2016.
Atribut keagamaan yang dimaksud MUI adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan/atau umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan, ritual ibadah, maupun tradisi dari agama tertentu.
Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin angkat bicara soal perdebatan penafsiran atribut keagamaan nonmuslim tersebut. Menurut Ma'ruf, tidak sulit menafsirkan apa yang dimaksud MUI, bahwa atribut keagamaan yang dilarang adalah seperti atribut Natal.
"Ini kan yang jadi masalah atribut Natal digunakan dipaksa. Ini pemaksaan seperti ini yang tidak benar," kata Ma'ruf di kantornya, Jakarta, Selasa, 20 Desember 2016.
Atribut Natal yang dimaksudkan Rais Aam Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) itu salah satunya seperti sinterklas.
"Sebenarnya tidak sulit kok (menafsirkan atribut), seperti sinterklas. Seperti itu kan, atribut-atribut itu. Itu kan atribut keagamaan. Saya kira itu, yang jelas saja," kata Ma'ruf.
Karena itu, kata Ma'ruf, jika menyangkut akidah atau identitas muslim, sebaiknya tidak usah menggunakan atribut nonmuslim tersebut. "Karyawan-karyawan itu pakai apa? Seperti sinterklas itu kan. Kan itu tidak perlu, karena merusak akidahnya," ungkap Ma'ruf.
Diketahui, fatwa MUI bernomor 56 tahun 2016 itu diteken langsung oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa Asrorun Ni'am Sholeh.
Ketentuan haram menggunakan atribut keagamaan nonmuslim dipakai oleh seorang muslim itu antara lain, menggunakan atribut keagamaan nonmuslim adalah haram, mengajak dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-muslim adalah haram.