MUI Haramkan Umat Islam Gunakan Atribut Non-Muslim
- ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
VIVA.co.id – Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa baru, mengenai penggunaan atribut keagamaan non muslim. Fatwa Nomor 56 Tahun 2016 ini menyatakan haram hukumnya, seorang muslim menggunakan atribut keagamaan non-muslim.
Melalui keterangan pers, Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanudin menjelaskan, atribut keagamaan adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas, atau tanda tertentu dari suatu agama dan umat beragama tertentu. Atribut ini bisa digunakan terkait dengan keyakinan, ritual ibadah, maupun tradisi dari agama tertentu.
“Menggunakan atribut keagamaan non-muslim adalah haram,” jelas Hasanudin dalam keterangan pers yang diterima VIVA.co.id, Rabu, 14 Desember 2016.
Termasuk juga mengajak, dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-muslim.
Keputusan ini dikeluarkan MUI, setelah menimbang adanya fenomena di masyarakat saat peringatan hari besar agama non-Islam, sebagian umat Islam atas nama toleransi dan persahabatan, menggunakan atribut atau simbol keagamaan nonmuslim, sehingga berdampak pada siar keagamaan mereka.
Selain itu, untuk memeriahkan kegiatan keagamaan non-Islam tersebut, ada sebagian pemilik usaha bahkan kantor pemerintahan, yang mengharuskan karyawannya, termasuk yang muslim untuk menggunakan atribut keagamaan non-muslim.
“Terhadap masalah tersebut, muncul pertanyaan mengenai hukum menggunakan atribut keagamaan non-muslim. Bahwa oleh karena itu, dipandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum menggunakan atribut keagamaan non-muslim guna dijadikan pedoman,” jelasnya.
Untuk itu, MUI meminta fatwa ini dijalankan dengan mengedepankan kerukunan hidup antara umat beragama, dan memelihara harmonis kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tanpa menodai ajaran agama. Serta tidak mencampuradukkan akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain.
“Umat Islam agar saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama,” ujarnya.
Menurut MUI, salah satu wujud toleransi adalah menghargai kebebasan non-muslim dalam menjalankan ibadahnya, bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis.
Kepada umat Islam, MUI menyarankan agar memilih jenis usaha yang baik dan halal, serta tidak memproduksi, memberikan, atau memperjualbelikan atribut keagamaan non-muslim.
Pimpinan perusahaan juga diharapkan menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinan, menghormati keyakinan mereka, dan tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non-muslim kepada karyawan muslim.
Di sisi lain, pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada umat Islam sebagai warga negara, untuk dapat menjalankan keyakinan dan syari’at agamanya secara murni dan benar, serta menjaga toleransi beragama.
“Pemerintah wajib mencegah, mengawasi, dan menindak pihak-pihak yang membuat peraturan, dan/atau melakukan ajakan, pemaksaan, dan tekanan, kepada pegawai atau karyawan muslim untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama. Seperti aturan dan pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non-muslim kepada umat Islam,” jelasnya.