Survei: 600 Ribu Orang Indonesia Pernah Beraksi Radikal
- VIVA.co.id/Raudhatul Zannah
VIVA.co.id – Direktur Wahid Foundation, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid mengungkapkan hasil survei nasional yang dilakukan lembaganya bersama Lembaga Survei Indonesia (LSI). Riset lapangan itu untuk mengukur wajah toleransi dan radikalisme di Indonesia.
"Jadi kami selama tujuh tahun terakhir selalu mengeluarkan indeks kebebasan beragama dan keyakinan setiap tahunnya. Saat ini kami melakukan survei nasional bersama LSI untuk memotret masalah radikalisme dan toleransi di Indonesia. Hasilnya ada kabar baik dan kabar buruk," kata wanita yang akrab Yenny Wahid itu di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Kamis 8 Desember 2016.
Sisi baik hasil survei itu menyatakan, 82,3 persen responden menyatakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 masih sesuai dengan keadaan Indonesia saat ini. Kemudian 67,3 persen responden mendukung nilai-nilai demokrasi.
Survei menemukan 72 persen responden menolak tindakan radikal yang menyertakan kekerasan atas nama agama, dan 88,37 persen percaya setiap warga negara bebas memeluk agama dan keyakinan sesuai dengan pikiran atau kesadarannya.
Sementara hasil survei tersebut juga memperlihatkan sisi buruk. Sekitar 600 ribu orang di Indonesia atau setara 0,4 persen dari jumlah survei itu menyatakan pernah melakukan tindakan radikal. Di antaranya tindakan radikal seperti merusak sejumlah rumah ibadah dan sweeping.
"Ini masih dalam jumlah proyeksi ya. Yaitu ada sekitar 150 juta orang dewasa di Indonesia. Ada juga sekitar 7,7 persen berpotensi melakukan radikal untuk ke depannya apabila ada kesempatan," kata Yenny.
Selain itu, putri mantan Presiden RI ke-4Â itu juga menyampaikan hasil survei secara spesifik yang dilakukannya terhadap kelompok tertentu. Hasilnya, ada 68 persen menyatakan ingin pergi ke Suriah.
"Survei dilakukan saat rohis nasional di departemen agama mewakili seluruh anggota rohis di Indonesia. Jumlahnya sekitar ribuan anak dan rata-rata atau 10 persennya adalah siswa paling pintar di sekolahnya," ujarnya.
Meski begitu, ia mengatakan berdasarkan survei tersebut Indonesia masih dikatakan baik. Namun, dari hasil yang menunjukkan potensi terjadinya tindakan radikal, maka Indonesia harus tetap waspada.
"Tapi tetap bahwa adanya potensi melakukan tindakan radikal itu warning sign buat kita semua. Bahwa sesuatu harus dilakukan untuk mencegah kerusakan masif yang mungkin terjadi ke depannya," jelas Yenny.