Setara Institute: Polisi Biarkan Kelompok Intoleran Bandung
- VIVA.co.id/ Ade Alfath
VIVA.co.id - Setara Institute menilai pembubaran kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Sabuga Bandung adalah pelanggaran atas kebebasan beribadah oleh negara dan kelompok masyarakat tertentu.
Menurut Ketua Setara, Hendardi, mengatakan hal itu tergolong pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan merupakan ancaman serius bagi kemajemukan Indonesia.
Dia menilai, Kepolisian Resor Kota Besar Bandung adalah aktor negara terdepan yang harus bertanggung jawab atas pelanggaran itu. Soalnya polisi bukan hanya membiarkan aksi kelompok intoleran tetapi juga aktif dan memprakarsai pembubaran dengan alasan tak masuk akal.
"Cara kerja polisi dalam menangani kasus-kasus semacam ini tetap tidak berubah; Polisi selalu memaksa kelompok minoritas yang menjadi korban yang justru harus mengikuti kehendak kelompok intoleran," kata Hendardi dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id pada Rabu, 7 Desember 2016.
Kelompok-kelompok intoleran yang telah melakukan tindak pidana harus dimintai pertanggungjawabannya, karena menghalang-halangi dan membubarkan kegiatan keagamaan. Jika tidak ada penindakan, aksi-aksi serupa akan menyebar lebih luas di banyak tempat. Termasuk mengukuhkan anarkisme di ruang publik dan memperkuat daya rusak pada kemajemukan.
"Sementara, Ridwan Kamil sebagai Wali Kota Bandung mesti melakukan evaluasi komprehensif atas peristiwa ini dan mengambil kebijakan kondusif bagi kemajemukan di Kota Bandung dan bagi penikmatan kebebasan beragama dan berkeyakinan," ujarnya.
Pernyataan Hendardi itu merespons aksi sejumlah orang mengatasnamakan Pembela Ahlus Sunnah (PAS) yang menolak kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani di Gedung Sabuga, Jalan Taman Sari, Kota Bandung, pada Selasa sore, 6 Desember 2016.