Eks Komisioner KPU Ungkap Kelemahan Parpol dan Sistem Pemilu

Chusnul Mar'iah saat diskusi di Galeri Cafe
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum periode 2002-2007, Chusnul Mar'iyah, mengkritik kinerja partai politik yang ada di Indonesia selama ini. Sebab, dalam setiap pemilu yang ada, parpol di Indonesia cenderung hanya mementingkan bagaimana cara mereka memenangkan kontestasi.

Relasi Kuasa, Sex, dan Abuse of Power di KPU

Dampaknya, parpol-parpol itu kerap mengesampingkan fungsinya sebagai mesin pendidik bagi para anggotanya, untuk melahirkan kader-kader terbaik.

"Kita itu selalu ribut di tingkat pemilunya saja. Parpolnya kadang malah enggak dibangun. Dari dulu parpol itu selalu memosisikan diri sebagai paramiliter atau satgas, padahal fungsi parpol itu menciptakan kader-kader terbaiknya," kata Chusnul dalam sebuah diskusi di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Selasa, 6 Desember 2016.

Calon Anggota KPU-Bawaslu Wajib Tes PCR 2 Kali Sebelum Uji Kelayakan

Chusnul juga menjelaskan, rumitnya penerapan sistem pemilu di Indonesia. Dalam konteks Pilpres maupun Pilkada, menunjukkan mekanisme pemilu yang telah diatur memang tidak akan sempurna dalam implementasinya.

Meski demikian, Chusnul menekankan, sejumlah aspek tetap harus dipenuhi dalam setiap penyelenggaraan pemilu, sebagai acuan dari pelaksanaan sistem dan mekanisme guna mencapai tujuan pemerintahan yang efektif.

DPR Gelar Uji Kelayakan Calon Anggota KPU-Bawaslu pada 14-17 Februari

"Tidak ada satu sistem pemilu terbaik yang bisa diterapkan dalam satu keadaan. Begitu pun, tidak ada sistem pemilu yang sangat adil dalam suatu kondisi. Jadi sistem pemilu itu memang pasti ada kekurangan dan kelebihannya masing-masing," kata Chusnul.

"Lalu kriterianya apa? Yakni pertanggungjawaban, keterwakilan, persamaan hak bagi pemilih, serta pembentukan pemerintahan yang efektif," ujarnya. (ase)

Gambar ilustrasi pemilu

Keputusan Kontroversial MA: Batas Usia Calon Kepala Daerah di Pilkada 2024

Keputusan MA yang melarang penggunaan calon kepala daerah pada pemilu 2024 di Indonesia telah memicu kontroversi di ranah publik dan politik.

img_title
VIVA.co.id
11 Juni 2024