ORI Sebut Layanan Publik Masih Diskriminatif pada Minoritas

Anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy (berpeci)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Raudhatul Zannah

VIVA.co.id – Kaum minoritas terutama penganut agama atau kepercayaan tertentu, masih mendapatkan perlakuan diskiminatif dalam pelayanan publik. Hal ini terungkap dalam laporan yang diterima Ombudsman Republik Indonesia.

Pendeta Brian Siawarta Bersyukur Jadi Minoritas di Indonesia, Kenapa?

"Pemerintah belum memiliki kebijakan yang menyetarakan bagi minoritas dalam berbagai pelayanan publik," kata Anggota Obudsman RI, Ahmad Suaedy di kantornya, Jakarta, Selasa, 6 Desember 2016.

Ada beberapa kasus yang bisa menjadi contoh, seperti yang dialami Zulfa, siswi SMK Negeri 7 Semarang. Dia tak naik kelas karena mendapat nilai nol dalam mata pelajaran agama.

Angkat Isu Keberagaman Agama, Film Ahmadiyah's Dilemma dan Puan Hayati Curi Perhatian

"Nol itu juga hanya karena yang bersangkutan pemeluk penghayat Kepercayaan," katanya menambahkan.

Kasus lainnya, sebagian besar warga Ahmadiyah di Manis Lor dan warga pemeluk Sunda Wiwitan di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Mereka kesulitan mendapatkan KTP elektronik.

Prabowo Singgung Minoritas Sulit Bangun Rumah Ibadah, Anies Beri Jawaban Menohok

"Dalam kasus ini, pemerintah daerah dan pejabat pelayanan publik Kabupaten Kuningan menolak memberikan KTP elektronik dengan alasan ada tekanan dari Majelis Ulama Indonesia dan gerakan intoleran tertentu," ujarnya.

Dengan demikian, diskriminasi pelayanan itu masih berlangsung dan berpotensi menciptakan maladministrasi terhadap prinsip penyelenggaraan pelayanan publik.

"Sebagaimana terdapat dalam Undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.”

(mus)

Ilustrasi pernikahan

Umat Kristen di Pakistan Diberi Batasan Umur untuk Menikah, Minimal 18 Tahun

Setelah mengamandemen undang-undang, Pakistan pada Selasa, 23 Juli 2024, menaikkan usia minimum menikah bagi pria dan wanita Kristen menjadi 18 tahun.

img_title
VIVA.co.id
24 Juli 2024