Serangan Komisioner Bawaslu Jatim usai Bebas Dakwaan Korupsi
- VIVA.co.id/Nur Faishal
VIVA.co.id - Ketua Badan Pengawas Pemilu Jawa Timur, Sufyanto, dan dua komisionernya, Sri Sugeng Pudjiatmiko dan Andreas Pardede, dibebaskan hakim dari dakwaan korupsi hibah pengawasan Pilgub Jatim 2013. Mereka menyiapkan langkah serangan balik hukum terhadap institusi yang memproses hukum perkara itu.
Langkah serangan balik dilakukan melalui dua jalur, yakni jalur etik dan pidana. Beberapa pihak yang akan diadukan kepada tiga institusi tempat mereka bertugas, yakni pihak di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kepolisian Daerah (Polda), dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur.
Pada Senin, 5 Desember 2016, Sufyanto dan koleganya didampingi tim kuasa hukumnya mendatangi kantor BPKP Jatim di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo, untuk mengadukan ketidakprofesionalan auditor bernama R Wahyudi kepada pimpinan BPKP. Wahyudi disebut terdakwa sebagai ahli yang diminta penyidik Polda Jatim untuk menghitung kerugian negara perkara korupsi Bawaslu Jatim.
Pengacara komisioner Bawaslu Jatim, Suryono Pane, menjelaskan ada bukti ketidakprofesionalan ahli BPKP itu pada penghitungan kerugian negara perkara Bawaslu Jatim. Ahli tidak mengklarifikasi terlebih dahulu kepada terdakwa saat kasus Bawaslu masih proses penyidikan.
Dalam sidang, Wahyudi mengaku telah mengklarifikasi terdakwa dengan menunjukkan Surat Keterangan Klarifikasi (SKK), sejenis berita acara klarifikasi, dalam bentuk salinan. Setelah dicek dengan aslinya, ternyata bukti kopian itu tidak sama dengan yang asli. Bukti SKK itu diduga palsu.Â
"Karena itu hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa penghitungan kerugian negara oleh ahli BPKP tidak jujur," kata Suryono. Atas dasar itu pula majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa tiga terdakwa komisioner Bawaslu Jatim bebas murni.
Selain di BPKP, terdakwa juga mencurigai kriminalisasi sejak kasus masih disidik di Ditreskrimsus Polda Jatim. Waktu itu, kata Suryono, dia menyerahkan Surat Pertanggungjawaban (SPj) biaya perjalanan dinas. SPj itu lalu disita penyidik, tapi tidak dilampirkan di berkas ketika perkara dilimpahkan ke jaksa penuntut Kejati Jatim.
Bukti SPj itu juga tidak dihadirkan di persidangan dan menyatakan bahwa kegiatan terdakwa fiktif, sehingga anggaran yang dicairkan seolah hanya rekayasa. "Tapi kami juga masih punya SPj itu dan kami perlihatkan di persidangan. Kami juga hadirkan saksi 32 Panwaslu kabupaten/kota bahwa klien kami betul melaksanakan kegiatan," ujarnya.
Karena dugaan rekayasa itu, komisioner Bawaslu Jatim juga berencana mengadukan penyidik Polda dan JPU Kejati Jatim kepada pengawas institusi masing-masing. "Karena akibat ketidakprofesionalan itu, klien kami sudah ditahan. Mengalami kerugian secara materiil dan immateriil," kata Suryono.
Selain aduan etik, komisioner Bawaslu Jatim juga berencana melaporkan ahli BPKP dimaksud serta jaksa dan penyidik yang menangani kasus Bawaslu Jatim secara pidana. Tuduhannya ialah pemalsuan surat atau dokumen. "Dalam pasal pemalsuan, ada yang membuat dan ada yang menggunakan. Yang membuat ahli dari BPKP, yang menggunakan jaksa penuntut umum di persidangan," ujar Suryono.
BPKP Jatim belum bisa dikonfirmasi. Kepala Polda Jatim, Inspektur Jenderal Polisi Anton Setiadji, masih akan mengkaji rencana Bawaslu Jatim itu. "Itu nanti biar Propam (Profesi dan Pengamanan) yang melakukan penyelidikan," katanya.