Panen Kelapa di Tanah Sendiri, Petani Ini Malah Dipenjara

Ilustrasi/Penjara
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Seorang petani di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, meringkuk di penjara lantaran dituduh mencuri buah yang dipanennya di atas lahan yang disebutnya milik sendiri.

Cara BRI agar Tak Salah Hapus Utang UMKM Petani hingga Nelayan yang Ditetapkan Pemerintah

Petani yang diketahui bernama Apet Madili (46), asal Desa Bohotokong, Kecamatan Bunta, Kabupaten Banggai itu kini tak berdaya dan menunggu proses persidangan.

"Dia tidak mencuri. Itu tanahnya sendiri. Polisi asal tangkap," kata Aminullah, seorang rekan Apet didampingi puluhan petani lainnya saat berunjuk rasa di Mapolres Banggai, Senin, 5 Desember 2016.

Langkah Wahono-Nurul Majukan Sektor Peternakan dan Pertanian Bojonegoro

Aminullah dan seluruh rekan petani di daerah itu, memprotes keras tindakan kepolisian. Lantaran menangkap Apet tanpa mencari tahu dulu asal usul lahan yang kini telah ditanami sawit.

"Kami mendesak polisi untuk membebaskan rekan kami. Dia tidak mencuri apa pun," kata Aminullah.

Dituding Ruwet dan Bertele-tele, Pemerintah Pangkas Birokrasi Penyaluran Pupuk Subsidi

Sementara itu, Kapolres Banggai AKBP Benny B Rustandi, memastikan bahwa Apet memang telah terbukti merusak dan mencuri buah sawit milik orang lain. Sebab lahan yang kini disebut Apet miliknya adalah kepunyaan PT Anugerah Saritama Abadi.

"Bukti kuat ada. Biarkan proses pengadilan yang memutuskan bersalah atau tidak," kata Benny.

Penangkapan petani sawit ini terjadi pada Agustus lalu. Setidaknya ada 31 kasus serupa yang dialami oleh petani di Banggai. Dari jumlah itu, 12 orang sudah dijebloskan ke penjara atas sangkaan mencuri dan merusak milik orang lain.

Teruntuk kasus Apet, ia dijebloskan ke penjara lantaran memanen buah kelapa di kebunnya dan menebang sejumlah pohon kayu untuk perbaikan pondoknya.

Agustus silam, kasus ini langsung mendapat sorotan dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS). Dalam laporan KontraS, apa yang dilakukan kepolisian adalah bentuk kriminalisasi.

Sebabnya, sebagian besar lahan sejatinya memang milik warga desa yang telah didistribusikan oleh Badan Pertanahan Nasional pada tahun 1980. Tanah itu merupakan eks perkebunan Belanda (Ondememing) di Desa Bohotokong.

Namun sayang, tahun itu warga diintimidasi oleh seorang warga yang kini memiliki perusahaan bernama PT Anugerah Saritama Abadi, yang selanjutnya resmi diterbitkan HGU-nya pada tahun 1997. Karena itu, hingga kini konflik terus berlangsung. (ase)

Andi Baso Hery/Sulawesi Tengah

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya