Jabatan Hakim MK Seumur Hidup Buka Celah Penyelewengan
- VIVAnews/Fernando Randy
VIVA.co.id – Aktivis antikorupsi, Dadang Trisasongko, menilai permohonan uji materi masa jabatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) seumur hidup bisa membuka celah penyalahgunaan jabatan.
Hal ini diungkapkan menanggapi uji materi perpanjangan masa jabatan hakim MK diajukan oleh Hakim Binsar Gultom dan Lilik Mulyadi dengan nomor perkara 53/PUU-XIV/2016 dan uji materi nomor perkara 73/PUU-XIV/2016 yang diajukan oleh Centre of Strategic Studies University of Indonesia (CSS UI).
Dalam permohonannya, Binsar dan Lilik meminta agar masa jabatan hakim MK disamakan dengan hakim MA, yakni hingga berusia 70 tahun.
Sedangkan CSS UI, meminta jabatan hakim MK tidak dibatasi dengan periodisasi, yang kemudian dapat ditafsirkan bahwa jabatan hakim MK adalah seumur hidup.
"Ini membuka celah adanya penyalah gunaan hakim MK, sehingga memang harus dibatasi apakah batasi usia atau periode," kata Dadang dalam sebuah acara diskusi ‘Hakim Konstitusi Seumur Hidup, Pantaskah?’ di Hotel Grand Mercure, Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat, Selasa 29 November 2016.
Menurutnya, proses pemilihan secara periodik hakim MK itu bagian proses pengawasan. Jika tidak dibatasi maka dapat berbahaya jika nantinya hakim MK tersebut tidak bagus.
"Kalau ada pengawasan periodik (hakim) yang jelek tidak kepilih lagi. Kalau itu ditiadakan berbahaya. Kalau kita dapat hakim yang buruk gimana cara gantinya. Periode tidak abis-abis," ujarnya.
Ia pun menuturkan, dalam perspektif korupsi setiap kekuasaan harus dibatas. Khusus buat MK, ini akan menjadi hal yang berbahaya jika tidak dibatasi masa jabatannya.
"Lebih membahayakan posisi MK sebagai lembaga yang menguji konsitusional hukum karena akan menimbulkan arah politik nasional juga. Kalau diisi orang tidak baik dan tidak bisa dihentikan, undang-undang kita seperti apa nantinya. Kita punya pengalaman punya hakim MK yang tidak baik. Kalau kita dapat yang banyak (tidak baik) gimana? Kalau dia (jabatannya) seumur hidup," katanya.
(ren)