Pembunuhan Munir, KontraS Minta Jokowi Jangan Pengecut
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo dipandang tidak rasional karena menggugat putusan Komisi Informasi Publik ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta terkait dokumen hasil Tim Pencari Fakta kasus Munir.
Menurut Haris Azhar, seharusnya pemerintahan Jokowi memakai logika hukum dan mentaati putusan KIP, bukan justru melakukan banding dengan menggugat ke PTUN. Apalagi sebelumnya Jokowi sendiri yang mengungkapkan, pihaknya tidak bisa membuka hasil TPF itu ke publik lantaran belum menerima dokumen-dokumen itu.
Namun, setelah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara, Presiden Jokowi justru mengajukan gugatan ke PTUN.
"Jadi sikap Joko Widodo, bukan hanya enggan, tapi juga tidak rasional dengan melakukan daftar gugatan ke PTUN untuk melawan putusan KIP itu, adalah sikap irasional. Tidak masuk akal," kata Koordinator KontraS, Haris Azhar ketika menggelar diskusi di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu, 27 November 2016.
Haris mencurigai adanya tekanan yang membuat Presiden Jokowi nekat keluar kerangka rasionalitas. Sebab, Kepala Badan Intelijen Negara yang pada peristiwa pembunuhan aktivis Munir mencuat dijabat AM Hendropriyono, adalah 'timses' Jokowi memenangi Pilpres 2014.
“Sejak kasus Munir ini muncul, kemudian dari tahun 2014 kami melihat ada banyak kekuatan politik yang mencoba menggagalkan penyelesaian kasus Munir. Nah kalau kami lihat konstalasinya hari ini, kita harus ingat, bahwa kasus Munir terjadi lewat operasi intelijen, dan salah satu badan intelijen terbesar saat itu adalah Intelijen Negara. Waktu peristiwa Munir itu, Kepala BIN dijabat Hendropriyono," kata Haris.
Menurut Haris, tidak sepatutnya Presiden melindungi orang-orang yang diduga melakukan kejahatan HAM, meski dalam meraih puncak kursi politiknya pernah dibantu oleh orang-orang tersebut. Terlebih Jokowi dalam beberapa kesempatan menegaskan hendak mengusut tuntas kasus Munir.
"Saudara Hendropriyono itu adalah salah satu koneksi politik yang sangat dekat dengan Jokowi. Dulu, kita waswas. Tapi hari ini kami bisa bilang Jokowi cemen (pengecut). Kenapa? Karena dia mengakomodir relasi atau koneksi itu dalam bentuk tindakan-tindakan hukum yang tidak rasional," kata Haris.
Meski mengklaim telah menyiapkan suatu perlawanan atas gugatan pemerintah di PTUN, pihaknya tetap masih meminta Jokowi kembali on the track dalam penegakan hukum. Belum terlambat, walaupun sidang PTUN nantinya tetap berjalan.
"Kami sendiri tidak takut, karena kami juga sudah siapkan perlawanan, kami akan mendaftarkan jawaban kami ke PTUN, tetapi secara politik dan elegan, (pemerintah) harus menarik dan menyatakan dalam persidangan untuk menunda persidangan karena ada hal yang bisa dilakukan presiden," kata Haris.
Salah satu yang bisa dilakukan Presiden, membentuk tim atau menyerahkan ke pembantu-pembantu presiden untuk menindaklanjuti bahan yang sudah diberikan Sudi Silalahi. Selain itu, Presiden harus mengubah mentalnya sehingga tidak hanya menyibukkan diri menghakimi pemerintahan era sebelumnya.