Kasus Munir Tidak Tuntas, Jokowi Dianggap Tak Peduli HAM
- VIVA.co.id/Edwin Firdaus
VIVA.co.id – Analis Politik dan Hak Asasi Manusia, Amiruddin Al-Rahab, menilai langkah Presiden Joko Widodo menggugat putusan Komisi Informasi mengenai dokumen laporan Tim Pencari Fakta pembunuhan terhadap Munir Said Thalib, sebagai contoh buruk.
Presiden, melalui Menteri Sekretariat Negara, menggugat putusan itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Seharusnya, menurut mantan anggota TPF itu, Jokowi dan kabinetnya bersikap terbuka pada masyarakat mengenai dokumen itu, bukan berkukuh untuk menyembunyikannya.
"Ini contoh yang buruk bagi lembaga negara," ujar Amir di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu, 27 November 2016.
Amir menjelaskan alasan pihaknya menuntut pemerintah saat ini agar mau membuka dokumen hasil TPF itu. Kata dia, dari semua proses hukum yang sudah berjalan sebelumnya, pokok persoalan dan latar pembunuhan Munir masih misterius. Dari pengadilan, Pollycarpus Budihari Priyanto yang dihukum karena terbukti membunuh Munir di pesawat, merupakan eksekutor, bukan otak pelakunya.
"Oleh karena itu, kami, masyarakat, meminta kalau dokumen itu dibuka secara resmi dan formal, sehingga negara punya kesempatan menunjukkan bahwa negara ini mampu menegakkan hukum dan juga perlindungan kepada pekerja HAM seperti yang dilakukan almarhum Munir ini," ujarnya.
Namun, dengan mengajukan gugatan ke PUTN, pemerintahan Jokowi justru menunjukan sikap lepas tangan terhadap kasus ini. Padahal, dokumen TPF itu bisa menjadi pintu masuk untuk menuntaskan kasus ini. Amir pun menilai pemerintahan Jokowi tak peduli terhadap masalah HAM di Indonesia.
"Munir adalah simbol penegakan HAM. Ketika dia dibunuh begitu, tidak ada upaya negara untuk menyelesaikan itu terhadap orang-orang yang melakukan pembunuhan itu. Bisa dibayangkan, sosok sekelas Munir saja seperti ini penanganannya, lalu bagaimana masyarakat-masyarakat HAM lainnya yang juga menjadi korban bisa ditangani?" kata dia.