Buni Yani: Saya Merasa Dikriminalisasi
- VIVA.co.id/ Bayu Nugraha
VIVA.co.id – Buni Yani, pengunggah video pernyataan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok soal surat Al Maidah ayat 51, merasa penetapannya sebagai tersangka adalah bentuk kriminalisasi.
"Saya merasa ini kriminalisasi. Jadi ditarik-tarik terus ke politik, padahal saya bukan orang politik. Saya dosen biasa seperti kawan-kawan dan saya juga profesional. Saya dulu wartawan dan saat ini dosen," kata Buni kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya, Kamis, 24 November 2016.
Buni mengaku kecewa atas penetapannya sebagai tersangka. Karena menurutnya, tidak ada hal substansial untuk menjadikannya sebagai tersangka. Meski begitu dia menghormati keputusan kepolisian.
"Mudah-mudahan keadilan dapat ditegakkan, karena semua warga negara berhak mendapatkan keadilan yang sama. Saya sebagai warga negara harus sama derajat dan kedudukan dengan warga negara yang lain, termasuk pejabat. Jadi itu yang sebetulnya kami kritisi," tuturnya.
Mengenai kalimat di Facebook, yang menjadi alasan penyidik Polda Metro Jaya menetapkannya sebagai tersangka, ia enggan menjelaskan lebih lanjut.
"Itu sudah substansial, nanti saja di konferensi pers. Takut-takut nanti kami salah menjelaskannya," ujar Buni.
Sementara itu, kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, mengatakan kliennya tidak patut disangkakan atas tindak pidana penyebaran informasi yang bernada kebencian.
"Apalagi kasus ini berkorelasi dengan Pak Ahok yang statusnya sekarang tersangka. Siapa yang menebar kebencian? Siapa yang menebar sara? Ada kesan seperti itu," kata Aldwin.
Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan kurang lebih 10 jam di Kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Rabu, 23 November 2016.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Awi Setiyono, mengatakan penetapan tersangka terhadap Buni didasari dengan hasil konstruksi hukum dan bukti-bukti yang cukup.
Adapun pasal yang menjerat Buni Yani adalah Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan hukuman di atas enam tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
Pasal ini mengatur mengenai penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian atas permusuhan suku, agama, ras, dan antargolongan.