Sekolah Ambruk, Siswa SD di NTT Belajar di Rumah Warga
- VIVA/Jo Mariono
VIVA.co.id – Siswa dan siswi Sekolah Dasar Negeri Leda di Desa Pangga, Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, harus mengungsi ke rumah warga untuk melakukan kegiatan belajar. Sekolah mereka roboh diterjang angin kencang yang melanda wilayah itu pada Senin, 21 November 2016 lalu.
Beruntung tidak ada korban dalam peristiwa itu, karena peristiwa itu terjadi sore hari selepas jam sekolah. Namun, fasilitas sekolah seperti meja, kursi, papan tulis, lemari buku serta alat peraga, hancur tertimpa atap bangunan yang roboh sepanjang 40 meter.
Â
Meski sekolah mereka sudah hancur, namun semangat para guru dan murid di sana tetap kokoh. Kegiatan belajar mengajar (KBM) untuk kelas I, II dan kelas III terpaksa menggunakan rumah warga.
Sementara kelas IV dan kelas V secara bergantian menggunakan satu ruangan permanen yang dibangun Pemda Manggarai Barat tahun 2014 lalu.
Â
Jika saat berada di ruang kelas para murid biasa duduk di kursi, namun saat bersekolah di rumah warga mereka terpaksa duduk di lantai tanpa alas. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya duduk di atas lantai dingin dan menulis dengan posisi jongkok.
Â
"Sudah berlangsung tiga hari pak. Kami mengajar murid kami di rumah warga. Yah seperti ini sudah," kata Kepala Sekolah SDN Leda, Fransiskus Harson, saat ditemui tengah mengajar murid kelas II di salah satu rumah warga, Kamis 24 November 2016.
Â
Arson mengakui proses belajar mengajar di rumah warga memang cukup menguras tenaga. Sebab, saat pergantian jam mengajar, ia dan empat rekan gurunya harus berjalan kaki ke rumah lain yang dijadikan tempat belajar, yang jaraknya sekitar 500 meter. Selain itu, jam pelajaran siswa menjadi tidak tepat waktu.
Â
"Sempat pusing kepala awalnya. Tapi sudah sekian hari kami anggap sudah jadi rutinitas," ujarnya menambahkan.
Â
Pantauan VIVA.co.id, Arson mengajar selayaknya KBM di ruang kelas. Di dalam rumah warga berukuran 6 x 7 meter itu dilengkapi dengan papan tulis. Anak-anak juga diberikan tugas dan pekerjaan rumah seperti biasa.
Â
"Itu berlaku untuk semua kelas, apalagi ujian semester sudah dekat makanya anak-anak harus siap," tegasnya.
Â
Di rumah lainnya, siswa kelas III SDN Leda tengah serius belajar. Jaru Paskalis, yang mengajar di kelas tersebut tampak sabar memberikan pemahaman siswa yang dia ajar. Meski dengan segala keterbatasan, belasan siswa Kelas III itu tampak semangat mengikuti pelajaran.
Â
Adriana Jelita, siswi kelas III SDN Leda, mengatakan ia dan beberapa siswa kelas III lainnya, memang mengalami kesulitan ketika harus belajar di rumah warga. Karena ruangan sempit, mereka harus duduk berdempetan di lantai.
Â
"Tidak nyaman pak karena sempit. Terus kami cepat pegal mana kala harus menulis dengan posisi jongkok pak, siku dan lutut sakit," kata Adriana.
Â
Reaksi Pemda
SDN Leda dibangun secara swadaya oleh masyarakat pada tahun 2012 lalu. Sekolah ini merupakan pemekaran dari SDK Lambur yang berjarak 5 kilometer dari Kampung Leda, dan 20 kilometer dari pusat Kecamatan Kuwus.
Â
"Dari pertama sekolah ini dibangun kondisinya memang sangat memprihatinkan. Atapnya saja yang bagus karena menggunakan seng sementara dinding dilapisi pelepah bambu dan masih berlantai tanah," kata Kepala Sekolah, Frans Arson.
Â
Meski sudah berstatus sekolah negeri pada tahun 2014, Arson mengatakan bangunan lama hasil swakelola warga tak kunjungi diperbaiki. Seiring berjalannya waktu, tiang bambu yang menopang tiga ruang kelas itu lama-lama lapuk.
Â
"Sehingga saat disapu angin kencang bangunannya sudah tidak kokoh lagi, makanya ambruk," imbuhnya.
Â
Total murid di SDN Leda saat ini berjumlah 50 orang. Murid pertama SDN Leda saat ini sudah duduk di kelas V. Para murid diajar oleh lima orang guru yang terdiri dari dua guru PNS ditambah tiga guru komite.
Â
Laporan ambruknya SDN Leda sudah disampaikan ke Pemda Manggarai Barat melalui laporan bencana alam dari pemerintah Desa Pangga. Dihubungi terpisah, Wakil Bupati Manggarai Barat, Maria Geong, berjanji akan memproses laporan tersebut.
Â
"Saya harap warga, pihak sekolah dan murid di sana untuk bersabar. Masih ada proses administrasi sebelum bantuan dibawa ke sana seperti seng atau semen serta paku," kata Maria Geong.
Laporan: Jo Mariono/Manggarai Barat NTT