Jaksa Minta Hakim Gugurkan Praperadilan Dahlan Iskan
- ANTARA FOTO/Didik Suhartono
VIVA.co.id – Jaksa penuntut umum meminta hakim untuk menggugurkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Dahlan Iskan, tersangka dugaan korupsi pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU), BUMD Jawa Timur.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu, 23 November 2016, ada beberapa poin kesimpulan yang mendasari permintaan jaksa tersebut.
Pertama, terkait surat perintah penyidikan (sprindik), jaksa menyatakan bahwa sprindik kasus aset PWU sudah dikeluarkan pada 30 Juni 2016 tanpa tersangka. Sprindik itulah yang digunakan penyidik untuk mencari dua alat bukti cukup dan menemukan tersangkanya.
Jaksa menyangkal dalih pemohon yang menyebut penyidik mengeluarkan sprindik sekaligus penetapan tersangka dalam sehari, yakni pada 27 November 2016. "Sprindik sudah ada sejak tanggal 30 Juni 2016," kata jaksa Ahmad Fauzi.
Kedua, soal penahanan Dahlan Iskan, menurut Fauzi, hal itu adalah kewenangan subjektif penyidik. "Terkait penahanan, penyidik sudah memenuhi alasan objektif dan subjektif. Dengan subjektivitasnya, penyidik khawatir tersangka ini akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatan pidananya," katanya.
Dan ketiga, terkait kerugian negara, termohon menyampaikan bahwa sebetulnya penyidik sudah menemukan bukti kerugian negara pelepasan aset PWU sebelum menetapkan tersangka. BPKP hanya diminta bantuan untuk menghitung berapa pastinya nilai kerugian negaranya. "Lalu terbitlah laporan hasil kerugan negara dari BPKP Jatim tanggal 17 November 2016," kata Fauzi.
Atas dasar itu, Kejaksaan berharap hakim menolak praperadilan yang diajukan Dahlan. Bahkan, Fauzi meminta hakim agar praperadilan tersebut dinyatakan gugur demi hukum karena perkara aset PWU sudah di pengadilan dan tak lama lagi sidang akan digelar. "Karena status pemohon sudah naik kelas dari tersangka ke terdakwa," ujarnya.
Sebelumnya, salah satu kuasa hukum Dahlan, Indra Priangkasa, menyampaikan bahwa praperadilan baru bisa gugur setelah surat dakwaan dibacakan oleh jaksa penuntut umum di pengadilan tingkat pertama. Itu sesuai dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 102/PUU-XIII/2015.
Keputusan MK itu memperjelas makna frasa 'diperiksa' di pengadilan negeri ketika perkara dilimpahkan oleh jaksa, sebagaimana disebut dalam Pasal 82 ayat (1) KUHAP. Menurut Indra, MK memaknai kata 'diperiksa' yakni saat sidang pertama digelar, bukan ketika berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan. "Termohon mungkin belum baca MK 102," ujarnya.
Untuk diketahui, Dahlan Iskan ditetapkan tersangka kasus aset PWU berdasarkan surat perintah penyidikan bernomor Print-1198/O.5/Fd.1/10/2016 tertanggal 27 Oktober 2016. Dia diduga melakukan pelanggaran pada penjualan aset PWU di Kediri dan Tulungagung pada tahun 2003 lalu.
Waktu itu, Dahlan menjabat Direktur Utama PT PWU dua periode, dari tahun 2000 sampai 2010. Sebelum Dahlan, penyidik sudah menetapkan mantan Kepala Biro Aset PWU, Wishnu Wardhana sebagai tersangka. Setelah Dahlan jadi tahanan kota, kini tinggal Wishnu Wardhana saja yang mendekam di Rutan Medaeng. (ase)