Brotoseno Susul Angie ke Penjara
- ANTARA FOTO/Fanny Oktavianus
VIVA.co.id – Nama perwira menengah Kepolisian, AKBP Brotoseno kembali mencuat. Namun kali ini bukan lantaran kisah asmaranya dengan mantan Puteri lndonesia, Angelina Sondakh. Melainkan lantaran kasus dugaan suap yang dilakukannya.
Brotoseno ditangkap tim Sapu Bersih Pungutan Liar setelah dia diduga menerima suap hingga miliaran rupiah. Suap tersebut diduga masih terkait dengan penanganan perkara korupsi yang ditangani Brotoseno di Bareskrim Polri.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Komisaris Besar Polisi Rikwanto menegaskan, Polri masih mendalami motif dua anggotanya dalam kasus korupsi Cetak Sawah yang tengah ditangani Bareskrim Polri.
"Uang sejumlah Rp1,9 miliar sudah kita sita, dan kemudian didalami apakah ada akibat dari perbuatan tersebut untuk memperpendek kasus (cetak sawah) atau untuk menghilangkan kasusnya, ini masih didalami," kata Rikwanto di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 18 November 2016.
Brotoseno tercatat merupakan alumnus Akademi Kepolisian tahun 1999. Dia sempat menempati sejumlah posisi sebelum akhirnya mendapat penugasan di KPK pada tahun 2007.
Saat berkarir di KPK, Brotoseno sempat menangani sejumlah kasus. Termasuk kasus dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet di Palembang.
Namun, hanya sekitar 4 tahun Brotoseno berkiprah di KPK. Dia yang kala itu masih menyandang pangkat Komisaris, dikembalikan KPK ke Mabes Polri.
Mabes Polri ketika itu menyebut Brotoseno dikembalikan lantaran dinilai KPK tidak layak dan tidak cakap. Selain itu, pengembalian Brotoseno ke Mabes Polri juga santer dikabarkan lantaran kedekatannya dengan Angelina Sondakh.
Angie ketika itu merupakan anggota DPR dari Demokrat sekaligus menyandang status tersangka dugaan korupsi Wisma Atlet.
Brotoseno tidak menampik kedekatannya dengan janda Adjie Massaid itu, bahkan dia mengaku kenal sejak tahun 2005. Brotoseno bahkan sempat terlihat mengunjungi Angie di Rutan saat Angie tengah ditahan penyidik terkait kasus yang menjeratnya itu.
Setelah ditarik ke Mabes, Brotoseno sempat beberapa saat tidak mempunyai jabatan. Hingga akhirnya dia mendapat posisi pada Staf Sumber Daya Manusia Mabes Polri. Saat ini, Brotoseno menjabat sebagai Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri dengan pangkat AKBP.
Tertangkap Tangan
Lama tak terdengar, nama Brotoseno kembali muncul pada hari Kamis 17 November 2016. Dia dikabarkan tertangkap tangan Tim sapu bersih pungutan liar pimpinan Irwasum Polri, Komjen Dwi Prayitno.
Brotoseno dikabarkan ditangkap bersama uang Rp1,9 miliar yang diduga merupakan hasil pemerasan yang dilakukannya. Dia diduga memeras terkait kasus cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat yang tengah ditangani Bareskrim.
Brotoseno bersama satu orang penyidik Bareskrim lain berinisial D ditangkap usai diduga menerima uang dari seorang pengacara berinisial H melalui rekannya LM.
"Rencananya seluruh (suap) Rp3 miliar, namun dari saudara HR itu menyerahkan Rp1,9 miliar, sisanya belum," kata Kombes Rikwanto di kantornya, Jumat, 18 November 2016.
Akibat perbuatannya, Brotoseno serta penyidik Bareskrim lain yang tertangkap tangan itu, terancam sanksi etik serta hukuman pidana. Brotoseno dan seorang rekannya sesama penyidik ditahan Bareskrim Polri.
Menilik kasus cetak sawah, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri mengendus proyek cetak sawah fiktif 2012-2014. Dari 4.000 hektare lahan yang menjadi perencanaan awal, hanya terealisasi 100 hektare. Padahal targetnya sekitar 100 ribu hektare sawah baru.
Proyek ini dinisiasi Dahlan Iskan pada tahun 2012 semasa dia menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Proyek senilai Rp360 miliar tersebut didanai corporate social responsibility (CSR) dari tujuh perusahaan pelat merah, antara lain PT Perusahaan Gas Negara, PT Pertamina, BNI, BRI, Asuransi Kesehatan PT Sang Hyang Seri dan PT Hutama Karya.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keungan (BPK), ditemukan dugaan kerugian negara di program cetak sawah sebesar Rp208,68 miliar.
Program cetak sawah merupakan salah satu program yang menerima pengalihan dari program BUMN Membangun Desa yang gagal mencapai tujuan. BPK juga menemukan indikasi kerugian dalam program BUMN lain.