Terima Suap, Anggota DPR Divonis 5 Tahun Penjara
- ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA.co.id – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta terhadap mantan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto.
Majelis hakim menilai Budi telah menerima suap senilai SGD 404.000. Uang suap tersebut diberikan agar Budi menyalurkan program aspirasinya untuk pembangunan infrastruktur jalan di Maluku dan Maluku Utara.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai dakwaan pertama," kata Ketua Majelis Hakim Franky Tambuwun membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl. Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 10 November 2016.
Dalam pertimbangan putusan, Majelis mengesampingkan materi pembelaan yang disampaikan Budi dan penasihat hukumnya.
"Atas fakta-fakta hukum, terdakwa haruslah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata Franky.
Perbuatan Budi yang terbukti menerima suap itu sesuai dengan diatur dan diancam pada Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sebelumnya, dalam nota pembelaannya, Budi mengatakan saat menerima uang dari dua staf anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti, Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin, dirinya tidak mengetahui bahwa pemberian uang itu terkait program aspirasi di Maluku yang ia usulkan.
Budi merasa ragu, apakah uang tersebut terkait program aspirasi, atau fee terkait proyek pembangunan jalan bebas hambatan di Solo, Jawa Tengah, yang dikerjakan bersama Damayanti.
Selain itu, Budi merasa telah mengembalikan uang itu kepada KPK. Pengembalian dilakukan sebelum 30 hari setelah ia menerima uang dari dua staf Damayanti.
Namun, Majelis Hakim berpendapat bahwa berdasarkan fakta, keterangan saksi dan barang bukti, terdakwa telah jelas menerima uang dari pengusaha Abdul Khoir yang dijanjikan akan melaksanakan proyek pembangunan jalan dari program aspirasi yang diusulkan Budi Supriyanto.
Majelis Hakim menilai, keraguan Budi saat menerima uang seharusnya membuat ia menolak pemberian dari dua staf Damayanti. Penerimaan uang justru membuktikan bahwa Budi mengetahui uang tersebut ada kaitannya dengan fee program aspirasi.
"Ketika bertemu Damayanti, terdakwa juga tidak bertanya sama sekali soal uang yang diterima," kata Hakim Franky.
Sementara mengenai pengembalian uang kepada KPK, Majelis Hakim menilai tidak menghapus tindak pidana yang telah dilakukan Budi. Sebab, pengembalian uang atas laporan gratifikasi baru dilakukan setelah petugas KPK menangkap Damayanti dan dua stafnya. Karena itu hakim menyebut pengembalian uang terjadi karena ada faktor ekternal.?