Pendekatan Budaya dan Agama untuk Melawan terorisme
- ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana
VIVA.co.id – Pemerintah memastikan menggunakan strategi pendekatan agama dan kebudayaan untuk melawan penyebaran paham terorisme di Indonesia. Langkah itu akan menjadi prioritas selain melakukan penindakan terhadap para pelakunya.
"Indonesia berkomitmen mendorong pendekatan sotf power, pendekatan budaya dan agama, di samping melakukan penegakan hard power," ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam sambutannya di Sidang Umum Interpol di Nusa Dua Bali, Senin, 7 November 2016.
Menurut Jusuf Kalla, Indonesia saat ini telah menjadi laboratorium hidup untuk melihat perkembangan agama Islam, sistem demokrasi dan toleransi oleh berbagai dunia.
Karena itu, selain terus menyebar nilai-nilai toleransi, pemerintah juga terus menggencarkan aksi pencegahan tindak terorisme.
"Kampanye terhadap itu melibatkan ulama besar melalui berbagai media. Pendampingan para mantan napi terorisme serta pemblokiran situs-situs propaganda kelompok radikal juga dilakukan," katanya.
Perangi kejahatan siber
Di bagian lain, dalam sambutannya Jusuf Kalla juga menyoroti perihal kejahatan lain yang kini makin terorganisir di berbagai dunia.
Itu meliputi, perdagangan narkoba, manusia, senjata, lalu perjudian, korupsi, kejahatan perbankan dan kejahatan lingkungan. "Kejahatan ini melibatkan modal besar serta mengindikasikan adanya penyalahgunaan kekuasaan dari berbagai pihak," kata JK.
Sejauh ini, ia menilai selama 100 tahun terakhir, kerja sama di antara penegak hukum, terutama kepolisian internasional telah menjadi lebih kuat. Namun demikian, di saat yang sama tindakan kejahatan semakin melampaui batas negara dan berkembang secara signifikan.
"Sementara teknologi dan peralatan kepolisian masih terbatas untuk beberapa negara tertentu. Oleh karena itu Nasional Central Biro telah menjadi urat nadi Interpol," katanya.
?Karena itu, ia pun juga menekankan perlunya perhatian terhadap kejahatan di dunia maya. Sebab ia menyentuh seluruh aspek seperti penipuan, lelang online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit, penipuan identitas, pornografi anak dan lainnya.
"Sudah saatnya kita memerangi kejahatan cyber dengan lebih intens dan butuh gerakan global," kata Jusuf Kalla.