Agus Martowardojo Sebut Pernyataan Nazaruddin Fitnah
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro
VIVA.co.id – Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyebut tudingan mantan anggota DPR Muhammad Nazaruddin adalah fitnah. Itu ditegaskan Agus lantaran Nazaruddin mengatakan adanya aliran dana proyek pengadaan e-KTP ke Agus.
"Saya menyampaikan itu fitnah dan bohong besar," kata Agus usai diperiksa sebagai saksi di KPK, Jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 1 November 2016.
Mantan Menteri Keuangan tersebut mengaku bersyukur diperiksa penyidik KPK terkait kasus ini. Karena, selain bisa menjelaskan anggaran e-KTP kepada penyidik, ia juga bisa mengklarifikasi tudingan Nazaruddin.
"Jadi kalau saudara Nazaruddin mengatakan saya terima fee itu adalah suatu fitnah, kebohongan besar dan kalau mengatakan seperti itu saya ingin dia cepat sadar karena dia terpidana dan di dalam penjara, dia tidak kredibel dan jangan meneruskan ucapan-ucapan fitnahnya," kata Agus.
Dijelaskan Agus, proyek e-KTP ketika itu menggunakan skema multiyears kontrak. Itupun, sudah disetujui oleh Menkeu sebelumnya, Sri Mulyani. Hanya saja, klaim Agus, sempat ia tolak lantaran salah prosedur pengajuan.
"Tanggal 13 Desember 2010 ditolak oleh saya karena yang diajukan bukan multiyears contract tapi justru multiyears anggaran. Dalam UU Nomr 17 Tahun 2003 tentang sistem keuangan negara anggaran tidak boleh multiyears," kata Agus.
Sederhananya, multiyears anggaran artinya Kemenkeu harus mencairkan anggaran sekaligus beberapa tahun untuk suatu proyek yang disetujui. Adapun multiyears kontrak, Kemenkeu mencairkan anggaran per tahunnya, meskipun proyek itu pengerjaannya dilakukan beberapa tahun.
Sebelumnya, Nazaruddin yang kini mendekam di Lapas Sukamiskin Bandung, usai diperiksa KPK beberapa waktu lalu menuding bahwa Agus Marto menerima aliran dana proyek e-KTP. Suap itu diberikan kata Nazar karena Agus Marto telah menyetujui anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,8 triliun.
Sejauh ini KPK baru menetapkan Sugiharto selaku pejabat pembuat komitmen proyek e-KTP dan Irman selaku Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, sebagai tersangka kasus yang telah menelan kerugian negara Rp 2 triliun tersebut.