Institusi Kampus Disayangkan Jadi Lahan Korupsi
- ANTARA/Muhammad Iqbal
VIVA.co.id – Koordinator Divisi Korupsi Politik dari lembaga Indonesian Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, menilai kasus jual beli suara di lingkungan Perguruan Tinggi Negeri tidak bisa dianggap masalah sepele. Padahal, idealnya, perguruan tinggi menjadi tempat untuk budi daya pola pikir anti-korupsi dan bebas dari pengaruh politik.
Dalam praktiknya, kata Donal, proses pemilihan rektor di Perguruan Tinggi sudah seperti pemilihan ketua atau pimpinan partai politik. Sebab, peraturan Menteri Pendidikan mengatur mekanisme pemilihan rektor melalui pemungutan suara dengan sistem 65 persen suara dimiliki oleh senat perguruan tinggi dan 35 persen suara dimiliki oleh Kementerian Pendidikan.
"Jadi di situ juga ada tim sukses kandidat. Ada proses jual beli suara juga di situ, itu yang menjadi ironi sebenarnya," kata Donal usai menghadiri acara diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 29 Oktober 2016.
Ia menambahkan, dalam praktek pemilihan rektor di perguruan tinggi, 35 persen suara yang dimiliki oleh Kementerian Pendidikan adalah peluang terjadinya praktek suap yang harus menjadi perhatian Pemerintahan Jokowi - JK.
Menurutnya, kebijakan Jokowi yang belakangan ini semangat dalam membrantas pungli di seluruh institusi pemerintahan, harus juga memperhatikan proses pemilihan rektor di lembaga perguruan tinggi negeri.
"Meskipun pungli dan suap berbeda, tapi praktik pungli dan suap adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yaitu bagian dari korupsi," kata Donal.
Hal serupa disampaikan Komisioner Ombudsman, Laode Ida. Menurut Laode, pemerintah Jokowi memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar dan serius dalam membersihkan seluruh instansi pemerintahan dalam praktek-praktek korupsi, termasuk dalam sistem pemilihan rektor di lingkungan perguruan tinggi.
"Dia (Jokowi) harus membersihkan seluruh praktik-praktik suap baik yang kerap terjadi di lingkugan kementerian sampai seluruh jajaran di bawahnya," kata Laode.
(ren)