Politisi PDIP 'Banyak Lupa' Saat Ditanya KPK soal Alkes
- VIVA.co.id/Edwin Firdaus
VIVA.co.id - Andreas Hugo Pareira, anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada Jumat, 21 Oktober 2016. Dia ditanyai seputar kasus suap dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan, yang menjerat mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari.
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu mengaku “banyak lupa” saat ditanyai penyidik KPK. Dia beralasan belum bermitra dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ketika pengadaan alat kesehatan di Kementerian tahun 2005 bergulir.
"Jadi mengenai teknis alat kesehatan itu saya tidak tahu," kata Hugo kepada wartawan seusai menjalani pemeriksaan itu.
Hugo mengaku hanya ditanyai hal umum seputar kegiatan Kemenkes karena dia tak banyak lagi yang diingat. “… dan itu sudah saya jelaskan.” Namun dia menolak menjelaskan secara terperinci mengenai hal-hal umum itu.
Disinggung alasannya tak memenuhi panggilan pemeriksaan beberapa hari lalu, Hugo menjawab diplomatis karena sedang berada di luar kota. Dia segera memenuhi panggilan penyidik KPK setelah kembali ke Jakarta.
Hugo termasuk salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP. Dia dilantik sebagai anggota DPR pada Juli 2016 melalui proses pergantian antarwaktu untuk menggantikan Honing Sanny, anggota Komisi IV, yang diberhentikan keanggotaannya pada 21 September 2014.
KPK telah menetapkan Siti Fadilah Supari sebagai tersangka korupsi alat kesehatan buffer stock untuk kejadian luar biasa pada April 2014.
Dalam dakwaan untuk mantan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan, Rustam Syarifudin Pakaya, Siti Fadilah disebut menerima jatah dari hasil korupsi pengadaan alkes I. Pengadaan itu untuk kebutuhan Pusat Penanggulangan Krisis Depkes dari dana Daftar Isian Pelaksana Anggaran Revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2007. Jatah yang ia dapatkan berupa Mandiri Traveller's Cheque senilai Rp1,275 miliar.
Kasus itu sebelumnya ditangani Polri dan koordinasi supervisi akhirnya ditangani KPK. Siti Fadilah dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(ren)