KPK Periksa Tiga Staf Ahli DPR Terkait Korupsi Dana Aspirasi
- VIVA.co.id/Januar Adi Sagita
VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga tenaga ahli anggota Dewan Perwakilan Rakyat, terkait kasus korupsi dana aspirasi yang direalisasikan dengan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Ketiga tenaga ahli itu adalah Rusdi Anwar, Irfan Wahyudi, dan Ardinsyah Arsyad. Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Andi Taufan Tiro, yang merupakan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional.
"Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ATT (Andi Taufan Tiro) atas kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji berkaitan dengan proyek di Kementerian PUPR tahun 2016," kata Pelaksana tugas Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati di kantornya, Jakarta, Senin, 17 Oktober 2016.
Dalam kasus serupa, KPK juga menjerat anggota Komisi V dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti dan Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar, karena menerima fee hingga miliaran rupiah dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Namun KPK tak berhenti pada mereka bertiga. Pimpinan KPK memastikan akan terus mengembangkan kasus ini.
Sebelumnya, usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Damayanti menyebut Ketua Komisi V DPR, Fary Djemi Francis adalah pelaku utama dalam kasus dugaan suap penyaluran program aspirasi Komisi V untuk proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara.
Melalui penasihat hukumnya Wirawan Adnan, Damayanti mengaku siap membeberkan peran Fary kepada penyidik KPK.
"Secara spesifik atasannya Damayanti kan Ketua Komisi V. Jadi, kami akan mengarahnya ke sana (Ketua Komisi V), agar ditindaklanjuti KPK nanti," kata Adnan, Senin lalu, 26 September 2016.
Sejumlah pimpinan Komisi V DPR juga telah diperiksa KPK. Termasuk Fary Djemi Francis. Begitu juga dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.
KPK pun memiliki modal kuat dalam mengusut dugaan keterlibatan para pimpinan dan Ketua Kelompok Fraksi, serta petinggi di Kementerian PUPR terkait kasus ini. Sebab, dugaan keterlibatan mereka menjadi fakta hukum majelis hakim, saat memutus Damayanti pada persidangan kasus ini.
"Putusan Majelis Hakim menyebutkan ada keterlibatan beberapa pihak lain. Itu yang akan kami dalami. Termasuk dari keterangan (Damayanti mengenai rapat setengah kamar) itu kami akan mendalami," kata Jaksa KPK, Ronald Worotikan usai sidang vonis Damayanti.
Selain itu, Damayanti juga ditetapkan majelis hakim sebagai justice collaborator atau pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum, dalam membongkar kasus ini.
Dalam persidangan, Damayanti pernah membeberkan bahwa pimpinan Komisi V DPR mengancam tidak akan menandatangani RAPBN yang diajukan Kementerian PUPR, jika tidak menampung permintaan Komisi V DPR terkait usulan aspirasi Rp10 triliun.
"Pimpinan tidak mau melanjutkan rapat dengar pendapat dengan Kementerian (PUPR)," kata Damayanti saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 15 Agustus 2016.
Karena itu, kata Damayanti, terjadilah kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR dan pejabat Kementerian PUPR.
Mereka yang disebut-sebut terlibat adalah Ketua Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra, Fary Djemi Francis, Wakil Ketua Komisi V DPR Fraksi Demokrat, Michael Wattimena, Wakil Ketua dari Fraksi PDIP, Lasarus, Wakil Ketua Fraksi PKS, Yudi Widiana dan Wakil Ketua Fraksi Golkar, Muhidin Mohamad Said.
Sementara Kapoksinya dari Fraksi Gerindra, Muhammad Nizar Zahro, dari Fraksi PPP, Epriadi Asda, Fraksi Hanura, Fauzi H. Amro, dari Fraksi PKB, Muza Zainuddin, dari Fraksi PAN, Andi Taufan Tiro dan dari PDIP Yoseph Umar Hadi, serta pejabat eselon I Kementerian PUPR, yang salah satunya yakni Sekjen Kemenpupera Taufik Widjojono.
Damayanti menjelaskan, awalnya pimpinan dan Kapoksi meminta kompensasi fee Rp10 triliun, atau sekitar 10 persen dari anggaran Rp100 triliun yang didapatkan Kementerian PUPR.
Tapi pihak kementerian tidak menyetujui angka itu sehingga diturunkan menjadi Rp7 triliun, kemudian turun lagi menyentuh Rp5 triliun. Hingga akhirnya disepakati Rp2,5 triliun di pos Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR.
Dalam pertemuan tertutup tersebut, kata Damayanti, juga ditentukan fee atau kompensasi yang akan diperoleh setiap anggota Komisi V.
Selain itu, disepakati bahwa setiap anggota memiliki jatah aspirasi Rp50 miliar, Kapoksi memiliki jatah Rp100 miliar, sementara pimpinan Komisi V mendapat jatah hingga Rp450 miliar. Damayanti mengatakan, setiap anggota Komisi V mendapat jatah proyek, nilainya ditentukan pimpinan komisi dan Kapoksi.