Korupsi Nur Alam, Potensi Kerugian Negara Capai 3 Triliun
- ANTARA FOTO/Jojon
VIVA.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengantongi perhitungan sementara kerugian keuangan negara terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu diduga telah melakukan korupsi dalam menerbitkan perizinan kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
"Sudah ada (jumlah kerugian keuangan negara)," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, saat dihubungi VIVA.co.id, Minggu, 16 Oktober 2016.
Kendati demikian, Saut mengaku belum mengetahui jumlah pasti mengenai angkanya. Menurut dia, penyidik yang memegang data lebih lengkap.
Perihal kerugian keuangan negara itu termasuk salah satu poin gugatan praperadilan yang dilayangkan Nur Alam ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Melalui pengacaranya, dia menilai tidak ada perhitungan kerugian keuangan negara yang jumlahnya nyata saat dia ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, hal tersebut telah dibantah oleh KPK dalam jawabannya di praperadilan. Menurut KPK, timbulnya kerugian negara tidak perlu nyata terjadi, namun cukup didukung bukti-bukti yang mengarah pada adanya potensi kerugian negara yang dapat dihitung.
Namun, KPK menyatakan bahwa pada proses penyelidikan, sudah melakukan koordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan ahli kerusakan tanah dan lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk menghitung potensi kerugian keuangan negara.
"Hasil perhitungan sementara dari ahli IPB, nilai kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup adalah kurang lebih sejumlah Rp3.359.192.607.950," ujar KPK dalam jawabannya atas permohonan gugatan praperadilan Nur Alam.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Gubernur Sultra, Nur Alam, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi Sultra, tahun 2009-2014.
Nur Alam diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dengan menerbitkan surat keputusan (SK) Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Selain itu, juga diduga terkait penerbitan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
Dalam kasus ini, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 ayat 1, atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.