Bangkit dari Tragedi Bom Bali I, Leni Raih Guru Berprestasi

Istri korban Bom Bali 2002, Ni Wayan Leniasih.
Sumber :
  • VIVA/Bobby Andalan

VIVA.co.id – 14 tahun silam, bom dengan ledakan dahsyat mengguncang Bali. Bom yang meledak di Paddys Club dan Sari Klub itu menewaskan 202 orang. Salah satunya adalah I Kadek Sukerna, suami dari Ni Wayan Leniasih.

Puluhan Korban Peringati 22 Tahun Bom Bali, Apresiasi Dukungan Jadi Agen Perdamaian

Sepeninggal suami, Leniasih harus menghidupi dua anaknya yang masih kecil-kecil. Si sulung saat peristiwa itu terjadi, baru berusia tiga tahun. Sementara itu, si bungsu baru berusia satu bulan.

Tak kuasa menanggung beban, Leniasih memutuskan kembali ke kampung halamannya di Kabupaten Buleleng. "Buntu otak saya waktu itu," kata Leniasih, membuka perbincangan dengan VIVA.co.id, Rabu 12 Oktober 2016.

Korban Bom Bali 2002: Bali Aman untuk Penyelenggaraan Event-Event Besar

Selama tiga bulan, Leniasih tak pernah mengetahui 'keberadaan' suaminya yang bekerja sebagai bartender di Sari Klub. Ketika tiba-tiba telepon berdering dari Forensik RSUP Sanglah Denpasar, barulah ia menyadari, jika jiwa suaminya tewas oleh peristiwa kelam Sabtu malam 14 tahun silam.

Enam bulan, ia tak bisa bangkit. Namun, kedua buah hati merekalah sebagai penguat. Semangat itu semakin bertambah, manakala ia memperhatikan dengan seksama ketegaran ibu mertuanya. "Ibu mertua sudah ditinggal suami, anaknya (suami Leniasih) juga meninggal, tetapi tetap tegar," katanya.

Cerita Dian Sastro Dikepung Makhluk Gaib Saat Baru Mualaf: Gue Rasanya Kaya Mau Mati

Tak mau lama-lama terpuruk, Leniasih memutuskan kembali ke Denpasar. Tekadnya satu, bangkit dari keterpurukan untuk membesarkan buah hatinya. "Kekuatan saya terletak di anak-anak," ucapnya.

Saat peristiwa itu terjadi, Leniasih masih bekerja sebagai guru magang di TK Indra Prasta Kuta di Jalan By Pass Ngurah Rai. "Saya hanya lulusan D2, itu pun suami yang membiayai," kenang dia.

Beruntung, seorang donatur asal Singapura mau membiayai Leniasih sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. "Ibu Young Shin namanya. Dia waktu itu mau memberi bantuan uang. Saya bilang, saya tidak mau uang, yang saya mau keterampilan. Saya akhirnya melanjutkan kuliah hingga S1," tutur dia.

Tak dipungkiri, setiap teringat peristiwa memilukan itu, semangat Leniasih mengendur. Ia selalu menangis, jika mengingat peristiwa kelam tersebut. Betapa tidak, begitu mengetahui dentuman bom meledak, Leniasih langsung mencari keberadaan suaminya di tempatnya bekerja Sari Club.

Sialnya, tempat suaminya mencari nafkah itu justru menjadi pusat ledakan. "Saya melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana relawan mengevakuasi tubuh tanpa kepala, tangan, dan kaki," ujarnya.

Namun, banyak hal yang membuatnya bisa bangkit kembali, meski secara psikologis belum sepenuhnya pulih. Bahkan, berkat ketekunannya, Leniasih menyabet label guru berprestasi tingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Berkat ketegarannya pula, ia mewakili Provinsi Bali bersaing di tingkat nasional.

"Waktu itu diseleksi dari tingkat kecamatan, kabupaten hingga provinsi. Saya terpilih mewakili Bali di tingkat nasional. Saya juara enam," ucap Leniasih yang mendapat penghargaan pada Agustus 2016 lalu.

Kendati begitu, satu cita-cita Leniasih yang belum tercapai. Ia ingin menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil), karena sebagai tulang punggung keluarga. Ia mengaku pernah mengikuti seleksi tes CPNS. Namun, harapannya sirna, lantaran tertipu makelar. "Saya tertipu, Rp25 juta hilang. Sedihnya uangnya boleh pinjam dari orang," katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya