Bromo Masih Erupsi, Alat Pemantau Malah Raib
- VIVA.co.id/D.A. Pitaloka
VIVA.co.id – Aktivitas erupsi Gunung Bromo di Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur belum menunjukkan penurunan. Sejak dinaikkan status Siaga (level III) oleh PVMBG Badabn Geologi pada 26 September 2016 lalu, aktivitas vulkanik Gunung Bromo masih cukup tinggi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, berdasarkan pemantauan dari pos Pengamatan Gunung api (PGA) Bromo di Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo maupun di kantor PVMBG-Badan Geologi Bandung pada Jumat, 7 Oktober 2016, pukul 00.00 - 06.00 WIB, menunjukkan asap kawah teramati putih kelabu coklat kehitaman sedang-tebal dengan tekanan sedang.
Dari pengamatan itu diketahui tinggi asap berkisar 100-300 meter dari puncak kawah ke arah barat-utara. Seismik menunjukkan tremor amplitudo maksimum 0,5-12 mm dominan 1 mm. Gempa vulkanik dangkal 1 kali amplitudo maksimum 18 milimeter.
"Indikasi masih inflasi yang mengindikasikan masih ada suplai magma sehingga masih ada potensi erupsi Gunung Bromo," kata Sutopo dalam keterangan persnya.
PVMBG merekomendasikan masyarakat di sekitar Gunung Bromo dan pengunjung, wisatawan, atau pendaki tidak diperbolehkan memasuki kawasan dalam radius 2,5 km dari kawah aktif Gunung Bromo. Tidak diperbolehkan ada aktivitas di sekitar kawah Gunung Bromo dan Lautan Pasir.
"Wisatawan tetap dapat menikmati keindahan Gunung Bromo di luar radius 2,5 km. Wisatawan dari Pasuruan dapat melihat keindahan Gunung Bromo, Gunung Batok dan Gunung Semeru dari Tosari dan Penanjakan. Dari Probolinggo pemandangan dapat dilihat dari Ngadasari. Jika dari Lumajang dapat dilihat dari Argosari B29. Justru saat terjadi erupsi maka wisata erupsi dapat dinikmati dari tempat aman," ujarnya.
Saat ini, untuk aktivitas penerbangan Bandara Abdul Rahman Saleh di Malang tetap normal. Sebelumnya penerbangan terganggu oleh abu vulkanik Gunung Bromo sehingga penerbangan dialihkan ke Bandara Juanda Sidoarjo.
Di saat aktivitas vulkanik masih tinggi, alat pemantau Gunung Bromo justru hilang. Menurut Sutopo, alat pemantauan aktivitas Gunung Bromo milik PVMBG yang dipasang di Lautan Pasir, Dusun Cemorolawang Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo hilang pada 18 September 2016 sekitar pukul 18.00 Wib.
"Peralatan tersebut berada dalam satu box beton ukuran 1,5 x 2 meter dalam keadaan terkunci dan dilindungi pagar," terang Sutopo.
Beberapa alat yang hilang adalah logger tiltmeter ts4200, POE, switch hub 8 port, regular solar panel, moxa serial to utp converter, looger gas sensor CO2, antena broadband, dan DC to DC converter.
Hilangnya alat pemantau ini berdampak pada proses pemantauan aktivitas Gunung Bromo yang menggunakan metode deformasi dan geokimia tidak dapat dilakukan. Tingkat ketelitian pemantauan Gunung Bromo menjadi berkurang dibandingkan dengan periode sebelumnya.
"Kepala PVMBG telah melaporkan hilangnya unit peralatan pemantauan Gunung Bromo kepada Kepala BNPB, Gubernur Jawa Timur dan Bupati Probolinggo," ucapnya.
Sutopo menambahkan, kejadian serupa juga pernah terjadi di beberapa daerah, baik alat pendeteksi banjir, longsor, tsunami, aktivitas vulkanik gunungapi dan lainnya. Pencurian, perusakan dan terbatasnya biaya pemeliharaan dan pemutakhiran peralatan adalah salah satu masalah dalam peringatan dini bencana.